Jumat, 23 Desember 2011

RAMADHAN BULAN PENINGKATAN AMAL DAN ETOS KERJA
Oleh: Nasiruddin MM
Puasa sebagai Wahana Pengendalian Diri
Dalam Islam, puasa Ramadhan tidak hanya berarti menahan diri dari pemenuhan keinginan-keinginan fisikal-biologis semata, tetapi juga merupakan latihan terbaik guna mengendalikan emosi diri. Puasa adalah media untuk melatih kesabaran, jujur pada diri sendiri, dan memupuk solidaritas kemanusian univer­sal. Begitu juga, puasa berfungsi melatih seseorang untuk menjadi orang yang berdisiplin, tunduk pada hukum, empati kepada orang lain, istiqamah, menerapkan pola hidup seder­hana yang semuanya itu diha­rapkaan terus berlanjut secara sinambung pada bulan-bulan berikutnya.
Puasa dalam arti "me­ngendalikan dan menahan diri untuk tidak makan dan minum dalam waktu­-waktu tertentu" dilakukan antara lain dengan tujuan memelihara kesehatan atau merampingkan tubuh, atau dalam bentuk mogok makan sebagai pertanda protes atas perlakuan pihak lain, atau dilakukan sebagai tanda solidaritas atas malapetaka yang menimpa teman atau saudara, seperti yang terdapat di sementara suku-suku di India dan lainnya yang hingga kini masih berlaku. Puasa dengan aneka ragam tujuan dan bentuk ter­sebut dihimpun oleh satu esensi, yaitu "pengendalian diri". Puasa yang dilakukan umat Islam digarisbawahi oleh Al-Quran sebagai "bertujuan untuk memperoleh takwa".
Sebagaimana Firman Allah:
يَآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ (البقرة 183-184)
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS.al-Baqarah, 2:183)
Begitu pula Hadis Rasulallah:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَة َرَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َقالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا َتقـَـدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Artinya:
“Dari Abi Hurairah ra, Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang melakukan puasa Ramadhan dengan keimanan dan mencari pahala Allah maka diampuni dosanya yang telah lampau”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Semangat Kerja dalam Berpuasa
Orang yang berpuasa tidak cukup hanya bersandar dengan penunaian aturan eksoteris formal saja, tetapi juga harus dapat meyelami dimensi eksoteris-in­terior-nya. Karena itu salah satu hikmah penting dari puasa adalah memberi ruang, kesempatan, dan perhatian atas penajaman rohani dengan sifat-sifat mulia. Maka dari itu tidaklah benar jika puasa dibulan Ramadhan dianggap momen untuk bermalas-malasan dalam bekerja, beraktivitas, dan berkarya sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang. Justru dengan Ramadhan ini dapat dijadikan wahana untuk pengembangan amal, meningkatkan etos kerja dan berkompetisi dalam segala bidang aspek kehidupan. Sebagian orang memahami bahwa dengan puasa akan menyebabkan ngantuk, lapar,  haus, dan tidak bersemangat. Hal ini tidaklah benar karena justru dengan berpuasa orang dituntut Allah untuk selalu bekerja yang didasari kesabaran dan keimanan sekaligus sebagai tes mental apakah dengan menahan haus dan lapar akan tetap bekerja atau hustru sebaliknya.
                Di bulan Ramadhan tentunya dapat meningkatkan etos kerja yang lebih baik tanpa sedikitpun menguranginya. Dapat sejarah tercatat bahwa keberhasilan kerja dan prestasi yang hebat justru dapat diraih pada bulan Ramadhan sebagai contoh adalah kemenangan gemilang Rasulallah dan para sahabat dalam perang Badar, dengan senjata dan kekuatan yang terbatas mampu mengalahkan umat musyrik yang berjumlah ribuan dan dengan persenjataan yang canggih. Kemenangan seperti ini juga kembali pada sejarah bangsa Indonesia yaitu dengan diprokla­masikannya kemer­dekaan Indonesia pada tahun 1945 yang ber­tepatan dengan bulan Ramadhan saat itu. Demikian juga yang terjadi dengan bangsa Mesir.
Karena itu, seorang muslim dan muslimah  dianjurkan untuk meman­faatkan bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Di bulan ini, dapat mem­perbanyak ibadah, memohon ampunan kepada Allah. Dan yang paling penting adalah bulan Ramadhan merupakan momentum untuk memperbaiki diri melalui pendidikan mental dan spiritual juga sebagai sarana melatih diri untuk mengembangkan rasa syukur, sabar, tenggang rasa, dan berbuat baik terhadap sesama manusia, di samping mem­perbaiki hubungan dengan Allah. Di bulan ini pula dapat meningkatkan sensitifitas untuk ikut merasakan penderitaan fakir dan miskin, membantu saudara-saudara  yang terkena musibah, memperhatikan nasib anak-anak yatim dan dhu'afa. Semua itu tidak lain adalah untuk mendapatkan keridhaan Alla SWT. Jika hal itu dapat tercapai, maka kita akan masuk dalam kelompok orang-orang yang muttaqin (bertakwa) dan selalu dekat dengan rahmat Allah.
Relevansi dengan proses pembentukan kepribadian seseorang melalui ibadah, Ramadhan dijadikan Allah menjadi tiga tahap. Pertama, tahap rahmah atau kasih sayang; ini merupakan tahap sepertiga awal bulan Ramadhan. Keda­tangan Ramadhan merupakan momentum yang amat mem­bahagiakan bagi orang-orang yang selalu berusaha mem­perbaiki dirinya. Ini merupakan rahmat Allah yang sangat mulia. Kedua; tahap maghfirah (ampunan); tahap sepertiga pertengahan Ramadhan ini merupakan masa yang penuh dengan ampunan Allah untuk mereka yang melakukan ibadah puasa dengan keikhlasan dan terus berjuang melawan hawa nafsu. Dan ketiga, tahap `itqun min an-naar (pembebasan dari api neraka); sepertiga terakhir Ramadhan ini merupakan tahap pembebasan dari neraka. Mereka yang sampai peng­habisan masa ini masih terus konsisten dalam upaya per­baikan diri dan melawan hawa nafsu (ihtisab), akan sampai pada derajat ketakwaan dan dengan begitu, ia akan masuk ke dalam kelompok orang-orang yang diridhai Allah SWT. Yang jauh dari api neraka.
Sehat Berpuasa dan Produktivitas
Adapun alasan puasa yang menyebabkan haus dan lapar itu tidak beralasan sebab haus dan lapar kaitannya bukan pada puasa tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengatur pola maka makan yang baik. Ketika tidak puasa pun orang bisa haus dan lapar bila tidak mengatur pola makan yang baik bahkan tidak memperdulikannya. Lagi pula pada hakikatnya puasa adalah hanya menggeser waktu makan dari pagi hingga malam menjadi dari malam hingga pagi. Bila orang dapat berbuka dan sahur dengan baik tentunya tidak ada masalah yang mengganggu pada siang harinya. Bahkan Dengan puasa orang akan menjadi sehat sebagaimana sabda Rasuallah saw: “Berpuasalah maka kamu akan sehat”. Ini terbukti misalnya orang bisa terhindar dari penyakit maag, penyakit yang biasa diderita para pekerja yang asyik pada pekerjaannya. 
Pernyataan Rasulallah itu merupakan jaminan bagi siapa saja yang melakukan ibadah puasa, tetapi tentu saja yang sesuai dengan apa yang disyari'atkan Islam. Ada sebuah cerita menarik berkaitan dengan hal itu. Muqawqis, seorang raja Mesir yang pernah diminta Rasulullah SAW agar memeluk Islam melalui sepucuk surat , karena wilayah kerajaannya direbut oleh Romawi, tidak bisa memenuhi seruan beliau, Sebagai gantinya, Muqawqis menghadiahkan seorang wanita bernama Maria al-Qibthiyah yang kemudian diperistri Rasulullah SAW. Dan bersamaan dengan seorang tabib (dokter) untuk menjaganya. Setelah lebih dari dua tahun, tabib tersebut semakin merasa tak berguna dalam mendampingi Rasulullah dan istrinya itu. Sebab, dalam jangka waktu selama itu ia tidak pernah mendapatkan Rasulullah dalam keadaan sakit, sehingga me­merlukan bantuannya. Hingga akhirnya, tabib tersebut meminta izin kepada Rasulullah untuk kembali ke Mesir, dan iapun diizinkan. Namun sebelum beranjak pergi tabib itu mengajukan pertanyaan ten­tang rahasia kesehatan Rasul dan para sahabatnya. Maka Rasul pun menjawab: "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali dalam keadaan lapar, dan berhenti makan sebetum kenyang”
Dari pernyataan Rasulallah ini ada dua resep utama untuk menjaga kesehatan fisik atau jasmani, yaitu makan dalam keadaan lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang. Untuk yang pertama, barangkali banyak orang mampu melakukannya. Di zaman yang serba modern ini, orang biasanya mempunyai jadwal tersendiri kapan ia harus makan. Ini juga berlaku di kantor-kantor yang menerapkan disiplin kerja yang tinggi. Akan tetapi untuk yang kedua yakni memberhentikan makan sebelum kenyang, tentu saja mem­butuhkan upaya keras untuk melatihnya. Sebab, dalam cara yang kedua itu, orang dituntut untuk dapat mengendalikan dirinya, menahan dirinya dari sesuatu yang sesungguhnya telah ada di hadapannya.
Ibadah puasa dalam konteks ini memberikan pelajaran kepada umat manusia agar mengatur tingkat kon­sumsi fisiknya atau mengatur sirkulasi makan dan minum­nya. Inilah aspek pendidikan puasa bagi jasmani manusia. Oleh sebab itu, orang yang berpuasa akan merasakan betapa ibadah yang dilaku­kannya itu mampu memper­baiki kondisi kesehatannya. Bahkan dari hasil penelitian medis para ahli, puasa dianggap sebagai obat atau proses penyembuhan paling efektif bagi penyakit-penyakit tertentu. Cara makan kalau dipe­lajari sesungguhnya memiliki keterkaitan dengan kecerdasan berfikir dan fungsi-fungsi otak. Pengendalian makan dan minum baik dari segi kuantitas maupun kualitas ternyata bisa membuat pelakunya berfikir cemerlang, karena fungsi­-fungsi otaknya yang berjalan baik. Sebaliknya, ketika seseorang yang tidak mampu mengendalikan makan dan minumnya akan cenderung malas dan mudah jenuh dalam melakukan sesuatu yang membutuhkan kecerdasan berfikir.
Kemudian dari segi rohani dan spiritual, puasa merupakan proses pembiasaan bagi setiap orang untuk mampu mengen­dalikan diri dari bisikan hawa nafsu. Menahan diri dari makan dan minum atau bentuk-bentuk kebutuhan fisik lainnya se­sungguhnya menjadi simbol bagi kepribadian seorang Muslim yang selalu bertarung melawan hawa nafsu. Ibadah puasa mendorong untuk menga­sah ketajaman spiritualitas dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ketajaman rohani (spiritual) yang berhubungan dengan Allah secara langsung diasah melalui ibadah-ibadah ritual (mahdhah).
Semoga dengan Ramadhan kali ini dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita bersama dalam menjalani hidup ditengan kuatnya gelombang cobaan yang bertubi-tubi yang menimpa bangsa ini. Tentunya kesabaran di bulan Ramadhan ini dapat dijadikan bekal berharga sebagai filter dari segala ancaman dan godaan yang dapat merusak keimanan dan ketakwaan. Amin.
Daftar Pustaka
Kuliah Ramadhan 1422, Mesjid Sunda Kelapa, Jakarta, 2001
Drs. H. Zakky Mubarak, MA, Shiyam Ramadhan, Magenta Bhakti Guna, Jakarta, 1997
Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an, Mizan, Bandung, 1999
Al-Qur`an Karim dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1996
Sahih Bukhari, Imam Bukhari, Dar Ihya, Bandung, Tanpa Tahun  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar