Jumat, 23 Desember 2011

Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Oleh: Nasiruddin
Sekiranya ditanyakan mengapa perlu belajar leader­ship, maka jawabnya adalah karena sebenarnya setiap orang itu mempunyai peluang untuk menjadi pemimpin, apabila ia mendapat pendidikan, mempunyai pengetahuan leadership dan pengalaman berorganisasi yang cukup. Dan sebenarnya kepemimpinan itu bukan sesuatu yang diwariskan secara turun temurun. Kepemimpinan dapat dipelajari oleh setiap orang dan dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman memimpin secara praktis sejak usia muda.
Dalam konteks ini menurut terminologi Islam, kepemim­pinan biasa disebut imamah dan orang yang memegang kepemimpinan disebut imam. Kemudian khusus di dalam kepemimpinan negara, sepanjang sejarahnya, Islam menggu­nakan istilah khalifah, amir dan sultan. Rasulullah SAW dalam masalah kepemimpinan senantiasa menekankan tentang perlunya ada pemimpin dalam segala urusan. Sampai-sampai beliau pernah menyatakan bahwa "Apabila berangkat tiga orang dalam suatu perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin" (HR. Abu Dawud).
Oleh sebab itu menegakkan kepemimpinan di dalam Islam hukumnya wajib atau fardhu kifayah, di mana jika di dalam suatu masyarakat tidak ada yang mau memimpin, sehingga kehidupan menjadi kacau dan rusak maka semua warga masyarakat tersebut menanggung dosa. Dalam hadist lain disebutkan,
"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanyakan perihal kepemimpinannya."
Hadits ini menegaskan bahwa setiap manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin, baik pemimpin dalam lingkup yang kecil, seperti pemimpin keluarga, pemimpin diskusi dan lain­lain, maupun pemimpin dalam lingkup yang besar seperti pemimpin organisasi, pemimpin agama, pemimpin negara dan sebagainya. Hal ini disebabkan setiap orang itu dilahirkan untuk memimpin, setidak-tidakriya memimpin dirinya sendiri. Itulah sebabnya pemimpin dan kepemimpinan itu selalu ada dalam masyarakat dan menjadi milik masyarakat di mana pun dan kapan pun.
Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan khusus­nya pada jaman, modern dan sampai kapan pun. Terutama dalam upaya membangun bangsa, pemimpin dan kepemim­pinan menduduki posisi penting dan amat menentukan. Hal ini karena kepemimpinan sebenarnya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Di mana dalam kepemimpinan berjalan proses menciptakan situasi yang mengkondisikan agar seluruh anggota suatu organisasi bersama pemimpinnya dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil yang maksimal.
Sifat-Sifat Pemimpin
Kemudian guna menunjang sang pemimpin bisa memiliki potensi dan kelebihan-kelebihan seperti yang diidealkan tersebut, kiranya setiap pemimpin harus membekali diri dengan sifat-sifat kepemimpinan yang utama. Di mana menurut konsep kepemimpinan Islam, seorang pemimpin harus membekali diri dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji.
Banyak penulis yang telah menyebutkan sejumlah sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Ada yang menyebutkan empat, enam, delapan, sepuluh, dua belas, empat belas, dan ada yang lebih banyak lagi. Dalam makalah ini penulis akan mengemukakan sifat-sifat kepemimpinan sesuai etik dan moral Islam, yang perlu dimiliki oleh para pemimpin,. yaitu :
1.       Iman dan Takwa.
2.       Sehat jasmani dan rohani.
3.       Cerdas, berilmu pengetahuan.
4.       Benar dan terpercaya (amanah).
5.           Adil dan bijaksana.
6.       Lapang dada dan terbuka.
7.                        Berani dan bertanggung jawab.
8.                        Sabar dan ikhlas berkorban.
9.       Suka melindungi dan pemaaf.
10.    Qonaah dan istiqomah
11.    Lemah lembut dan kasih sayang
12.       Rendah hati dan simpatik.
13.       Obyektif, demokratis dan berwibawa
Fungsi Pemimpin
Dengan munculnya pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang terpuji, niscaya rakyaf yang dipimpin akan dapat membangun jati dirinya sebagai bangsa yang beradab dan berperilaku sesuai dengan akhlak yang mulia. Ini perlu diperhatikan betul-belul oleh setiap pemimpin, karena sesung­guhnya fungsi seorang pemimpin meliputi fungsi sebagai berikut:
  1. Pendidik.
  2. Teladan yang baik (uswatun hasanah)
  3. Pemberi nasihat.
  4. Pembimbing.
  5. Penanggung jawab.
  6. Pengayom.
  7. Pelayan masyarakat (khadimul ummah).
Amanat Menurut Islam
Konsepsi amanat dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa seluruh kekuasaan dan otoritas adalah milik Tuhan. Hanya Allahlah yang berkuasa dan hanya Dia yang memiliki kekua­saan mutlak, dan Dia sendiri yang mempunyai hukum yang benar. Manusia hanya diberi kekuasaan berupa amanat atau kepercayaan.
Oleh karena itu setiap pemimpin dan pejabat hendaknya menyadari bahwa kekuasaan yang ada padanya haruslah diabdikan kepada kepentingan seluruh masyarakat. Lebih jauh lagi, kedudukan dan jabatan yang disandangnya itu hendaknya dijadikan sarana untuk beribadah sebagai medan pengabdian bagi kejayaan bangsa, negara dan agama, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Dalam kehidupan bernegara, adanya sikap amanah para penguasa dan aparat pemerintahan sangatlah penting. Karena sesungguhnya pemerintahlah yang menjadi peme­gang amanat rakyat, dan amanat itu pula yang menjadi kunci suatu pemerintahan memperoleh dukungan rakyat. Selama kekuasaan berada di tangan penguasa yang jujur dan amanah, niscaya kekuasaan itu akan digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Dan selama kekuasaan berada di tangan pejabat yang amanat, maka kekuasaan yang dipegang tidak akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau golongannya, dan tidak disalah-gunakan untuk memperkaya diri yang akibatnya dapat menyusahkan kehidupan rakyat banyak.
Setiap penguasa dan pemimpin yang amanat pasti dalam bertindak akan selalu bersikap hati-hati. Ia akan selalu men­dasarkan tindakannya pada ajaran agama. Ia takkan mudah berlaku sembrono dan ngawur, sehingga sikap dan tindakan­nya tidak akan melanggar ketentuan hukum negara dan hukum agama. Semua itu dapat ia lakukan karena setiap wakti ia selalu mawas diri. Dalam benaknya ia selalu bertanya kritis kepada, diri sendiri, apakah tindakannya sudah benar atau salah, halal atau haram.
Demikian pentingnya sifat amanat di dalam masalah kepemimpinan, sehingga Nabi SAW mengaitkan sifat amanat kepada keimanan seseorang yang memegang jabatan kepe­mimpinan. Beliau bersabda,
" Tidak beriman seseorang jika ia tidak amanah"
Seorang pemimpin yang tidak amanat berarti pengkhianat. Dan pengkhianat adalah ciri utama orang munafik. Padahal orang munafik itu diharamkan oleh Islam untuk diangkat menjadi pemimpin. Oleh karena itu hanya orang yang kuat imannya yang lebih berhak menjadi pemimpin, karena mereka memiliki dasar moral yang kuat dan akhlak yang tinggi di dalam menjaga amanat kepemimpinannya. Untuk itu orang yang akan dipilih menjadi pemimpin hendaklah orang yang beriman. Sebab kepemimpinan seorang mukmin pasti akan diwarnai dan dijiwai oleh nilai-nilai iman.
Pikiran, sikap, dan perilakunya-dalam memimpin akan selalu didasari iman dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Dengan demikian, seorang pemimpin idealnya harus dipilih dari orang-orang yang benar-benar beriman, bertakwa, tact dan patuh terhadap perintah Allah dan rasul-Nya.
Hal ini didasari oleh ajaran Islam bahwa seorang pemimpin harus bisa menempatkan dirinya sebagai pendidik umat.
Karena itu is harus memiliki sifat-sifat yang mulia dan ber­akhlakul-karimah sebagai layaknya seorang pendidik yang baik dan bertanggungjawab. Islam selalu menuntut adanya keteladanan dari setiap pemimpin, baik pemimpin formal, maupun informal, terutama keteladanan mengenai keimanan dan ketakwaannya, yang tercermin dalam perilaku, ucapan dan aural perbuatannya.
Dengan demikian, bagi seorang mukmin yang shalih apa perlunya rnengejar-ngejar jabatan, pangkat dan kedudukan apabila hal itu tidak diridhai oleh Allah, dan hanya akan memalingkan hatinya dari iman dan takwa. Hanya orang-orang bodohlah yang begitu rela mengorbankan segala-galanya demi memperoleh jabatan dan kedudukan, sehingga layaknya menjadi penyembah nafsu kakuasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar