Jumat, 23 Desember 2011

MASALAH-MASALAH PENTING YANG HARUS DIKETAHUI OLEH SEORANG MUSLIMAH
Oleh: Nasiruddin
            Agama Islam telah mengatur hak-hak dan tugas laki-laki dan wanita sesuai dengan keaadaan, kondisi jasmaniah, pembawaan, tabiat, kodrat dan watak masing-masing. Pada umumnya, kaum perempuan mempunyai kondisi jasmaniah yang lemah, tetapi lebih tenang, lebih perasa, lebih berhati-hati dan lebih sabar dibandingkan laki-laki. Pembawaan dan tabiat yang demikian menyebabkan wanita muslimah lebih mempunyai bakat dalam pekerjaan-pekerjaan seperti mengasuh, memelihara, penuh cinta, kasih sayang dan lain-lain.
            Pekerjaan memimpin rumah tangga, memelihara, mengasuh anak-anak dan sebagainya membutuhkan ketelitian, ketenangan, dan kesabaran yang hal demikian lebih sesuai dikerjakan oleh kaum wanita. Walaupun kaum wanita pada umumnya diserahi tugas memelihara rumah tangga tetapi tidak berarti untuk bidang yang lain selain dari itu tertutup bagi mereka. Dalam kepemimpinan rumah tangga itu, mempunyai kewajiban-kewajiban untuk memelihara kesejahteraan, ketenangan, dan kedamaian baik hubungannya dengan suami, anak-anak, saudara, keluarga dan lainnya.
            Wanita sholehah adalah bukan semata-mata wanita yang kuat menjalankan sholat atau puasa dan menjalankan kewajiban-kewajiban lain dari Allah akan tetapi wanita sholehah harus pula mengikuti peraturan-peraturan suaminya sejauh tidak melanggar ketentuan-ketentuan agama. Hak-hak dan kewajiban ini ringkasnya terfokus pada satu kata yaitu “mu`asyarah bil ma`ruf” (pergaulan yang baik) sesuai dengan Firman Allah:
“Dan bergaullah dengan mereka (wanita) dengan baik.” (An-Nissa` : 19)
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma`ruf.” (Al-Baqarah : 228)    
“Ma`ruf” disini adalah apa yang diakui oleh “urf” (tradisi) yang benar dan dibiasakan oleh orang-orang yang bersikap adil dan istiqamah yaitu berupa pergaulan yang yang baik, menahan diri untuk tidak menyakiti, bersabar, dan saling pengertian. Sesuatu yang indah dalam ayat ini adalah telah menjadikan hak-hak dan kewajiban secara timbal balik. Ibnu `Abbas radliyallahu Anhu berkata: “Sungguh aku suka berdandan untuk istriku sebagaimana aku suka jika istriku berdandan untukku. Pemahaman  itu merupakan pemahaman yang jeli dan cermat tentang maksud ayat ini. Tetapi ayat yang mulia ini telah menjadikan kaum pria atas kaum wanita satu derajat lebih tinggi. Sebagian ahli tafsir menerjemahkan derajat dengan derajat qawamah (kepemimpinan) dan tanggung jawab mengenai rumah tangga, dan tanggung jawab ini mewajibkan kaum pria banyak beban daripada yang ditanggung oleh kaum wanita. Oleh karena itu, Al-Qurthubi menukil pendapat dari Ibnu Abbas tentang Firman Allah : “ Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. ” (Al-Baqarah : 228), ia mengatakan: “ Tingkatan ini merupakan isyarat adanya anjuran kepada seorang pria untuk menggauli istrinya secara baik dan melapangkan istrinya dalam pemberian nafkah dan dalam perilaku dan moral, artinya pria adalah yang lebih utama maka seharusnya ia menanggung semua beban untuk istrinya.    
              Disamping itu seorang wanita muslimah yang baik juga selalu memperhatikan kesehatan dan perawatan dirinya dari segala penyakit sehingga menjadikan wanita yang selalu mempunyai daya tarik terutama dihadapan suaminya. Wanita yang pandai merawat dirinya haruslah mengetahui apa saja hal-hal yang dapat membahayakan bagi dirinya seperti mengetahui makanan dan penyakit yang berbahaya sehingga dapat dihindarinya. Sebagaimana maklum di saat sekarang banyaknya produk alat kecantikan ataupun makanan yang justru dapat membahayakan tubuh. Bila tidak hati-hati maka segala penyakit yang berbahaya selalu menggerogotinya. Sebelum hal ini terjadi maka penulis menyusun buku ini yang bertujuan untuk memberi pengetahuan hal-hal penting yang harus dihindari dan diantisipasi sehingga selalu terbiasa dengan hidup sehat. Tentunya dalam tulisan masih banyak keterbatasan yang perlu adanya masukan dari semua pembaca.   
NEGERI SARANG MAFIA
Oleh: Nasiruddin, MM


Secara etimologi, mafia adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat. Mafia awalnya merupakan nama sebuah konfederasi yang terdiri dari orang-orang di Sisilia yang masuk pada Abad Pertengahan untuk tujuan perlindungan dan penegakan hukum sendiri (main hakim). Mereka adalah kelompok-kelompok rahasia yang terlibat dalam kejahatan terorganisir yang tersebar di banyak negara.  Mereka biasanya disebut dari nama negara mereka tumbuh dan sebagian besar anggotanya berasal dari negara tersebut. Para Mafia ini berjuang untuk monopoli atas kegiatan-kegiatan ilegal seperti narkoba, perdagangan senjata api, dll.  Mereka terdaftar dalam urutan pengaruh mereka di dunia. Konfederasi ini kemudian mulai melakukan kejahatan terorganisir.
Anggota Mafia disebut "mafioso", yang berarti "pria terhormat".  Mafia sudah menyebar di seluruh dunia, di antaranya Mafia Rusia yang berasal dari Uni Soviet dan sekarang memiliki pengaruh di seluruh dunia. Memiliki antara 100.000 hingga 500.000 anggota, Mafia Sisilia-Amerika Cosa Nostra adalah kelompok mafia yang relatif baru. Dibentuk pada paruh kedua abad kesembilan belas di Italia, Mafia Kartel Narkoba Kolombia yang dibentuk terutama untuk mengendalikan perdagangan narkoba. Mafia China Triads yang terdiri dari banyak organisasi kejahatan yang berbasis di Daratan Cina, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura dll. Triad memiliki 50.000 sampai lebih dari 30.000 anggota, Mereka juga terlibat dalam pemalsuan mata uang Cina. Mafia Yakuza Jepang  yaitu penduduk asli kelompok kejahatan terorganisir yang menggunakan ancaman dan pemerasan untuk mendapatkan jalan mereka. Mafia ini memiliki 110.000 anggota aktif yang berasal dari 2500 keluarga. Mereka sering terlibat dalam pornografi , prostitusi dan imigrasi ilegal. Mafia Mexico yaitu geng penjara yang sangat kuat di amerika serikat, dibentuk pada akhir tahun 1950-an untuk melindungi tahanan terhadap narapidana lain dan dari petugas. Geng ini juga terlibat dalam pemerasan dan perdagangan narkoba, memiliki sekitar 30.000 anggota di seluruh amerika serikat.  Mereka memaksa geng lain dan pedagang untuk membayar pajak perlindungan dan yang menolak akan dibunuh. Mafia Israel,  bekerja di banyak negara dalam kegiatan perdagangan narkoba dan prostitusi. Rusia-Israel telah memasuki sistem politik AS, sehingga Amerika selalu  gagal membuat kemajuan yang signifikan untuk menghentikan mereka. Mafia Serbia beroperasi dilebih sepuluh negara termasuk Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Perancis dll. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan seperti perdagangan narkoba, penyelundupan, kontrak pembunuhan, judi dan pencurian gen. Mafia Albania terdiri dari sejumlah besar organisasi kejahatan yang berbasis di Albania. Mereka aktif di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Mafia Jamaika-Yardies Inggris adalah warga Jamaika yang berimigrasi ke Britania Raya pada 1950-an. Mereka terlibat dalam geng kekerasan dan dikenal sebagai Yardies. Mereka melakukan kejahatan terorganisir seperti perdagangan narkoba dan senjata.
Di Indonesia sendiri, Istilah mafia pada awalnya mulai terkenal untuk sebutan sekelompok ahli ekonomi dengan ideologi dan keyakinan tertentu yang sangat berkuasa dan sangat besar pengaruhnya. Kelompok ini terkenal dengan sebutan “Berkeley Mafia”. Istilah ini sama sekali tidak mengandung pelecehan atau merendahkan martabatnya. Istilah ini lahir di Jenewa di tahun 1967 dengan konotasi yang sangat terhormat dan mengagumkan banyak tokoh dunia Barat, yang oleh David Rockefeller disebut sebagai sekelompok para ahli ekonomi Indonesia yang top (the top economists of Indonesia). Ketika kabinet didominasi oleh mereka, cover majalah Time memuat foto para menteri satu per satu dengan judul di bawahnya “The most qualified cabinet in the world”.
Asal mulanya memang terdiri dari mereka yang memperoleh gelar Ph.D dari University of California in Berekeley. Kelompok ini merupakan inti yang dalam perjalanan sejarah Indonesia membentuk “keturunan-keturunannya”. Maka tidak mungkin membatasi diri dengan hanya yang lulus dari Berkeley University saja. Sebutan “anggota Berkeley Mafia” adalah siapa saja yang ideologi dan keyakinannya merupakan mazhab yang sama, yaitu sangat jauh condong pada pasar bebas dengan campur tangan pemerintah yang sekecil mungkin.
Pada perkembangan selanjutnya istilah mafia sudah menjadi momok yang sangat menakutkan dan menggurita sebagai bagian dari kejahatan terorganisir yang tumbuh subur di seluruh institusi maupun birokrasi sehingga untuk penanggulangannya perlu dibuat Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang di ketuai oleh Kuntoro Mangunsubroto, dengan sekretaris Denny Indrayana, anggota  Satgas, Yunus Husein serta Mas Achmad Santosa. Satgas ini  mulai melakukan gerakan aktif dalam meneliti indikasi korupsi dan penyelewangan dana-dana besar.
Istilah mafia sekarang adalah golongan elit yang menyalahgunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi untuk bersama-sama melakukan korupsi. Dengan demikian maka mafia bukan hanya berada di jajaran hukum saja, bisa diperkirakan juga berada di tataran lainnya. Kasus Gayus Tambunan hanyalah  sebuah puncak gunung es dilautan yang demikian luas, sementara gunung raksasa yang sebenarnya berada dibawah air.
Dalam kasus pajak Gayus Tambunan misalnya, Polri membagi keterlibatan kasus mafia pajak itu dalam lima kelompok. Kelompok pertama adalah Gayus bersama kelompoknya. Kelompok yang kedua dalam pembagian Polri adalah para penyidik yang terlibat. Kelompok ketiga adalah para penuntut, sementara yang keempat adalah di pengadilan. Kelompok yang kelima atau terakhir adalah para mafia hukum itu sendiri.
Saat ini Satgas pemberantasan mafia hukum sedang membidik sembilan kelompok mafia besar yang saat ini beredar di Indonesia, terdiri dari mafia peradilan, mafia korupsi, mafia kehutanan, mafia tambang energi, mafia pajak, mafia tanah, mafia narkoba, mafia perbankan dan pasar modal serta mafia perikanan. Sembilan kelompok mafia ini tidak hanya dilihat dari nominal yang mereka peroleh tapi juga siapa saja korbannya.
Selama menjalankan tugasnya, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum sudah melaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa hingga 30 Maret 2010, tiga bulan masa tugasnya, Satgas menerima 381 pengaduan masyarakat, sekitar 150 pengaduan diantaranya terkait dengan institusi pengadilan sebagaimana yang disampaikan oleh anggota Satgas Denny Indrayana,
Membaca realitas kasus-kasus yang terjadi di berbagai institusi penting negara, agaknya kita bisa menarik satu benang merah bahwa Indonesia berada di satu titik balik, yaitu mafia menguasai sejumlah institusi negara. Agaknya inilah salah satu makna istilah state capture,yakni ketika fungsi negara dibajak sehingga tujuan penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat menjadi alternatif kesekian.
Salah satu cara menekan mafia korupsi di Indonesia adalah dengan menerbitkan Perppu Pembuktian Terbalik. Gagasan menerbitkan Perppu  ini  pernah dilontarkan oleh mantan Presiden Gus Dur (alm).  Saat itu tahun 2001, bersama mantan Jaksa Agung (alm) Baharuddin Lopa, Gus Dur menginisiasi Perppu Pembuktian Terbalik, tetapi DPR memberikan sinyal penolakan. Adapun di era pemerintahan Susilo BambangYudhoyono (SBY), belum ada tindakan konkret yang dilakukan. Desember 2004, misalnya.KPK sudah meminta Presiden untuk membuat Perppu Pembuktian Terbalik, tetapi tidak ada respons berarti. Padahal salah satu nilai plus dari kampanye pasangan SBY-JK adalah janji pemberantasan korupsi. Kemudian, Desember 2005, karena perppu tak kunjung terbit, KPK meminta norma tersebut dalam bentuk rancangan undangundang. Lama tak terdengar,April 2010 wacana pembuktian terbalik kembali dimunculkan pemerintah pascakasus Gayus terungkap.
Dalam Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) pembuktian terbalik, disebutkan pejabat yang tak bisa membuktikan hartanya diperoleh dari penghasilan yang sah, harus dihukum pidana. Hal itu sejalan dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC)  yang menyatakan bahwa  pejabat berharta luar biasa banyak, di luar akal sehat dan tidak sesuai penghasilan sah, maka bisa dipidana. UNCAC ini telah diratifikasi Indonesia sejak 2006.
MODUS BARU SERANGAN PARA TERORIS
Oleh: Nasiruddin, MM
Tersangka kasus teroris yang menghuni rumah kontrakan di Jalan Gading Sengon 7 RT 05/ RW 14, Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rusli Mardani alias Wahyu Ramadhan alias Uci alias Farid alias Zulfikar, ternyata tengah membangun jaringan baru teroris dengan nama Tauhid wal Jihad. Wahyu sebelum tertangkap sudah memiliki track record yang cukup meyakinkan sebagai peracik bom dan anggota teroris.

Kelompok Wahyu yang telah merancang aksi teror bom untuk meledakan Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, ini merupakan kelompok gabungan dari beberapa kelompok Islam garis keras, seperti kelompok Jundullah di Sulawesi, kelompok Jamaah Islamiyah di Ambon, Poso dan Jawa, kelompok Kompak di Kayamaya Poso, Ambon, dan Jakarta, kelompok Fakta di Palembang, kelompok NII di Jakarta, dan kelompok Jamaah Islamiyah di Singapura dengan tokohnya Hasan alias Taslim yang merupakan lulusan kamp Al Qaida di Afghanistan.
Wahyu dan empat orang lain yang ditangkap di Jakarta dan Bogor merupakan bagian dari jaringan Abdullah Sonata, sebuah kelompok dari Kompak (Komite Penanggulangan Krisis). Abdullan Sonata adalah orang yang pernah ditangkap dan diadili karena diduga menyembunyikan gembong teroris Noordin M Top. Selain itu, pria yang diduga polisi menggantikan peran Dulmatin itu mengajak seluruh alumni Afghanistan, Moro-Mindanao (Filipina), dan konflik Poso untuk bergabung. Sonata adalah figur yang berbahaya karena militan dan pintar merekrut anggota baru. Polisi juga menduga, setelah Dulmatin tewas, Sonata menggantikan dia sebagai amir, pemimpin. Sonata adalah teroris residivis. Dia disegani setelah menjadi komandan Laskar Mujahidin Kompak (Komite Penanggulangan Krisis) di Ambon pada konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) pada 1999. Saat itu laskarnya beranggota sekitar 500 orang.
Pola penyerangan teror yang dilakukan oleh kelompok teroris itu sepeninggalan para petinggi mereka, seperti Dr Azhari, Noordin M Top, dan Dulmatin kini berubah dari bentuk aksi pengeboman menjadi penyerangan secara terbuka seperti perang. Pola yang dulu pernah dilakukan oleh Dr Azhari, Noodin M Top, dan Dulmatin, dengan cara mengebom tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan warga negara asing, sudah mulai ditinggalkan oleh kelompok teroris yang sekarang ini beroperasi. Modus baru itu diipilih oleh para pelaku teroris karena mereka kehilangan simpati dari masyarakat bila dengan melakukan cara peledakkan bom. Melihat bom menewaskan banyak orang tidak berdosa, masyarakat Indonesia menjadi antipati dengan perjuangan mereka. Misalnya saja ada warga yang menolak dimakamkannya jenazah pelaku teroris di suatu wilayah.
Jika sebelumnya yang menjadi target adalah far enemy atau fasilitas Barat, saat ini tujuan penyerangan mengarah ke pemerintah Indonesia atau near enemy. Hal itu terlihat dari rencana bom mobil yang berhasil digagalkan di Jatiasih, Bekasi. Serangan yang mereka lakukan tidak lagi menggunakan bom, namun menyerang langsung dengan senjata api layaknya perang terbuka. Tak tanggung-tanggung, targetnya adalah membuat kolaps pemerintahan Indonesia dan menggantinya dengan negara baru bernama Emirat Islam Indonesia. Sasaran mereka adalah RI-1, pejabat negara, dan duta besar negara sahabat yang sedang berkumpul di istana. Berdasarkan hasil interogasi tersangka dan dokumen milik teroris yang berhasil diungkap Polri, mereka merencanakan serangan mematikan kepada RI 1, pejabat negara, dan tamu negara pada saat upacara 17 Agustus di Istana Merdeka. Pola penyerangan mereka sekarang ingin meniru gaya teroris Mumbai (Desember 2008) yang telah mempersiapkan dengan matang logistik yang akan dipergunakan mulai dari kartu kredit palsu, paspor palsu hingga dana dalam jumlah besar.
Kelompok teroris tersebut secara ideologis memang terhubung dengan beberapa gerakan radikal lainnya seperti Emirat Islam Afghanistan, Emirat Islam Iraq, Emirat Islam Kaukasus Utara, dan As Sahab Somalia. Kelompok itu juga mempunyai rekaman teknik gerilya dan metode serangan dari elemen asing. Dari pengakuan mereka yang direkam Densus 88, serangan yang akan dilakukan adalah dengan model berkelompok dan menyerang secara bergelombang. Target mereka mati syahid.
Masih berkembangnya sel-sel jaringan terorisme di Indonesia tak lepas dari unsur pendanaan. Menurut Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri di Jakarta, Jumat (14/5), jaringan teroris yang dibongkar terkait dengan pelatihan di Nanggroe Aceh Darussalam memiliki dana operasional sedikitnya Rp 1 miliar.
Dalam melakukan aksinya, mereka mengawalinya dengan job training alias magang teroris. seperti  menembak warga asing di Aceh. Dua warga Amerika Serikat yang dirawat di Singapura, ternyata pelakunya terkait jaringan ini. Pelakunya bernama Muchtar bin Ibrahim alias Tengku Tar yang ditangkap 16 Maret 2010 lalu dengan barang bukti senjata api serta ribuan amunisi. Masih dalam rangka magang teroris, kelompok tersebut juga menjadwalkan serangan ke markas polisi dan TNI yang jauh dari keramaian.
Aceh dipilih sebagai basis atau dalam istilah mereka Qaidah Aminah. Aceh yang merupakan pintu masuk pertama Islam di Nusantara itu juga menjadi pertimbangan ideologis mereka. Rakyat Aceh yang familier dengan syariat Islam juga diharapkan bisa mendukung gerakan tersebut. Wilayah Aceh yang banyak terdapat pegunungan menjadi tempat yang cocok dan tepat untuk melakukan pelatihan, mempersiapkan pengantin (sebutan calon pelaku bom bunuh diri di kalangan teroris,), dan mempersiapkan bom yang akan diledakkan. Setelah tewasnya Noordin M Top yang menguasai Pulau Jawa, wilayah Aceh menjadi tempat paling strategis untuk melanjutkan aksi teror di Indonesia.
Aceh memiliki kelebihan untuk dijadikan sarng baru teroris, yakni letaknya yang memudahkan penyelundupan senjata dan bahan peledak serta tak ada lagi pengawasan khusus aparat keamanan di sana.
Sasaran rekrutmen yang dilakukan oleh para teroris masih akan berpusat pada anak usia remaja karena anak muda memiliki kondisi psikologis yang labil sehingga lebih mudah dipengaruhi secara cepat. Terlebih jika remaja tersebut secara kondisi sosialnya sudah memiliki pandangan yang cenderung negatif terhadap dunia barat. Caranya adalah dengan memberikan pemahaman-pemahaman agama yang ilusif. Para teroris memberikan jaminan akan masuk surga maka akan langsung diikuti. Tidak selamanya penyebab terorisme terkait dengan masalah ekonomi. Pemahaman agama yang salah memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap aksi-aksi radikal. Masalah ekonomi menjadi salah satu fondasi untuk membentuk pemahaman tersebut.

URGENSI AMAR MA`RUF DAN NAHI MUNKAR BAGI DAI DALAM KEBERHASILAN DAKWAH ISLAM
oleh: Nasiruddin MM
Pendahuluan
Dakwah sebagai perwujudan amar ma`ruf nahi munkar merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat beragama. Dalam ajaran agama Islam, ¡a merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, baik yang sudah menganutnya maupun yang belum sehingga dengan demikan, dakwah bukanlah semata-mata timbul darí pribadi atau golongan, walaupun setidak-tidaknya harus ada segolongan (tha'ifah) yang melaksanakannya. Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempuma, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja. tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ¡ni, seorang muslim harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan sebagaimana Firman Allah:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, dan menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dar¡ yang mungkar, dan beriman kepada Allah. " (Al¡ 'Imran: 110)
          Ungkapan Al-Qur'an dengan firmannya: " ukhrijat" (dikeluarkan/dilahirkan) menunjukkan bahwa di sini ada yang mengeluarkan umat ¡ni yaitu; Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka umat ¡ni tidaklah tumbuh dengan sendirinya, seperti tumbuhan-tumbuhan liar. Umat ¡ni tidaklah keluar untuk dirinya sendiri, melainkan ¡a dikeluarkan untuk umat manusia, memberi manfaat, memperbaiki manusia dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.  Oleh karena ¡tu Allah Ta'ala berfirman:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dar¡ yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. " (Ali 'Imran: 104)
          Arti kata "m¡n" dari firman Allah Ta'ala (minkum) tersebut untuk "tajr¡d" artinya adalah supaya kamu semua menjadi suatu umat yang menyeru kepada kebaikan, sebagaimana kamu mengatakan: "Liyakun lii minka ash-shiddiq al-wafi" artinya supaya kamu menjadi teman setia. Atau kata " min " tersebut untuk " tab'idh " artinya adalah; jadilah sebagian dar¡ kamu yaitu sekelompok muslim yang menyeru kepada kebaikan, memerintahkan yang ma'ruf dan mencegah dar¡ yang munkar. Menurut kedua arti tersebut maka umat Islam adalah yang bertanggung jawab tentang dakwah, amar ma'ruf dan nahi mungkar dengan membentuk kelompok saling menguatkan, membantu dan mempersiapkannya untuk mengemban tugas bersama terutama bagi para dai .
          Sukses-tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka. Sukses tersebut diukur antara laín dengan bekas (atsar) yang ditinggalkan dalam benak pendengamya ataupun kesan yang terdapat dalam jiwa, yang kemudian tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai sasaran tersebut, tentunya semua unsur dakwah harus mendapat perhatian para da'¡. Cukup banyak metode yang telah dikemukakan dan dipraktekkan oleh para da'¡ dalam menyampaikan dakwah, seperti ceramah, diskusi, bimbingan dan penyuluhan, nasihat, panutan, dan sebagainya. Semuanya dapat diterapkan sesuai dengan kondisí yang dihadapi. Tetapi harus digarisbawahi bahwa metode yang baik sekalipun tidak menjamin hasil yang baik secara otomatis, karena metode bukanlah satu-satunya kunci kesuksesan. Tetapi, keberhasilan dakwah ditunjang dengan seperangkat syarat, baik darí pribadi da'¡, materi yang dikemukakan, subjek dakwah, ataupun lainnya.
Keharusan Amar Ma'ruf Nahi Munkar
          Di antara kewajiban yang fundamental dalam Islam adalah kewajiban melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Ini merupakan kewajiban yang dijadikan Allah sebagai unsur-unsur fundamental tentang keutamaan dan kebaikan umat ini. Diantara sifat-sifat terpenting yang dimiliki orang-orang Islam menurut pandangan Al-Qur`an adalah:
"Mereka ¡tu adalah orang~orang yang bertaubat, beribadah, memuji (Allah),  ruku', sujud, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah.” (At-Taubah: 112).
          Wanita-wanita Mukminah sama dengan laki-laki Mukmin dalam melaksanakan kewajiban amar ma`ruf dan nahi munkar sebagaimana firman-Nya:
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (Mengerjakan) yang ma'ruf dan mencegah dar¡ yang mungkar. " (At-Taubah: 71).
          Setiap Mukmin berhak mendapat pertolongan dari saudaranya, sebagai tuntutan iman, begitu pula wanita Mukminah. Sebagaimana Al-Qur'an memuji orang-orang yang menyuruh pada kebaj¡kan dan mencegah dari kemungkaran, maka Al-Qur'an juga mencela orang-orang yang tidak mau berbuat sepertí ¡tu sebagaimana Firman-Nya:
"Telah dilaknati orang-orang kafir darí Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian ¡tu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tídak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat ¡tu." (Al-Maidah: 78-79).
          Dari ayat ini, orang Muslim bukan hanya sekedar orang shalih untuk dirinya, berbuat baik, meninggalkan keburukan, hidup pada lingkup dirinya sendiri, tidak mempedulikan kebaikan, tidak mempedulikan keburukan yang dilakukan di sekitarnya tetapi orang muslim adalah orang yang shalih untuk dirinya dan shalih untuk orang lain.
Syarat-syarat beramar ma`ruf dan nahi munkar
          Setiap individu Muslim atau golongan Muslim yang dituntut mengadakan perubahan, harus memperhatikan syarat-syarat dalam beramar ma`ruf dan nahi munkar diantaranya:
Syarat pertama: adanya kemunkaran yang nyata
          Kemungkaran tersebut harus disepakati sebagai sesuatu yang diharamkan. Dengan kata lain, hal ¡tu benar-benar merupakan kemungkaran. Maksudnya merupakan kemungkaran yang diminta untuk dirubah dengan menggunakan tangan, lalu dengan lidah, lalu dengan hati tatkala tidak mimiliki kesanggupan lagi. Kemungkaran ¡ni hanya diperuntukkan bagi sesuatu yang diharamkan, yaitu yang secara jelas diminta pembuat syariat untuk ditinggalkan, yang jika dikerjakan akan mendapatkan siksa dari Allah. Sesuatu yang diharamkan ¡ni bisa berupa perbuatan yang diperingatkan atau sesuatu yang diperintahkan untuk ditinggalkan. Sesuatu yang diharamkan ¡ni bisa termasuk dosa kecil dan bisa berupa dosa besar, terutama selagi belum merebak dan belum ada rutinitas sebagaimana Firman Allah,
"Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kalian mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian (dosa-dosa kalian yang kecil) dan Kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (surga)”. (An-Nisa': 31).
Syarat kedua: Kemungkaran ¡tu harus tampak
          Kemungkaran ¡tu harus tampak dan terlihat. Tapi jika pelaku melakukannya secara sembunyi-sembunyi misalnya dengan menutup pintu rumah,     maka tak seorang pun boleh mengintai atau merekamnya secara diam-diam dengan menggunakan kaset tape, kamera video, atau menyerbu rumahnya. Inilah yang diisyaratkan Nabi Muhammad: “man raa munkaron” (barangsiapa melihat kemunkaran). Kemungkaran harus dirubah jika dilihat dan disaksikan, bukan kemungkaran yang didengar dari orang lain. Oleh karena ¡tu Islam tidak menjatuh hukuman kepada orang yang mengerjakan kemungkaran secara sembuyi-sembunyi dan tidak menampakkannya. Perbuatannya ¡tu diserahkan kepada Allah untuk dihisab pada hari kiamat. Hisab ¡ni bukan menjadi weweng seseorang di dunia kecuali bila pelaku melakukannya secara terang-terangan.
          Kejadian yang secara tepat mengenai sasaran masalah ¡ni adalah yang dialami Amirul-Mukminin Umar bin Al-Khaththab, bahwa suatu ketika Umar memanjat tembok rumah seseorang yang sedang melakukan maksiat, sehingga dia bisa melihat keadaan yang tidak pantas. Dia mengingkari perbuatan orang tersebut. Lalu pemilik rumah ¡tu berkata, "Waha¡ Amirul-Mukininin, jika aku mendurhakai Allah hanya dari satu sisi, maka engkau telah mendurhakai-Nya dar¡ tiga sisi.
"Apa ¡tu?" tanya Umar.
Orang ¡tu menjawab, "Allah telah befirman, “Dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain”. Sementara engkau telah mencari-cari kesalahan. Allah telah befirman, “Dan datangilah rumah-rumah dari pintu-pintunya”. Sementara engkau memanjat atap. Allah telah befirman, “Janganlah kalian memasuki rumah-rumah selain rumah-rumah kalian hingga kalian meminta izin dan menyampaikan salam kepada pemiliknya”. Sementara engkau tidak menyampaikan salam. "Maka Umar bin Al-Khaththab meninggalkan orang tersebut, namun tetap mensyaratkan kepadanya untuk bertaubat.
Syarat ketíga: Untuk merubah kemungkaran dengan menggunakan kekuatan harus diukur menurut kesanggupan
dalam hal ini, orang yang hendak merubah kemungkaran ¡tu dengan menggunakan kekuatan harus benar-benar sanggup melaksanakan, secara sendirian atau bersama-sama dengan orang-orang lain. Artinya dia harus mempunyai kekuatan material atau spiritual yang memungkinkan baginya untuk menyingkirkan kemungkaran ¡tu secara mudah dan tidak berlarut-larut. Syarat ¡ni diambilkan dar¡ hadits nabi: " Faillam yastati`fa lisanihi” (Jika tidak sanggup, hendaklah dengan lidahnya). Maksudnya, jika tidak sanggup merubah dengan menggunakan tangan, maka tinggalkanlah cara ¡ni dan bisa beralih menggunakan lidah dan penjelasan, jika memang hal ini memungkinkan.
Syarat keempat: Tidak d¡khawat¡rkan akan mengakibatkan kemungkaran yang lebih besar.
          Penggunaan kekerasan tatkala merubah kemungkaran ¡tu tidak dikhawatirkan akan mengakibatkan kemungkaran yang justru lebih besar lag¡, seperti menjadi pemicu munculnya pertumpahan darah orang-orang yang tidak bersalah, pelanggaran kehormatan, atau penyerobotan kekayaan yang mengakibatkan kemungkaran itu justru semakin merajalela di muka bumi. Oleh karena ¡tu para ulama menetapkan keharusan mendiamkan kemungkaran jika dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya yang lebih besar. Jadi harus dicari mudharat yang lebih ringan dan keburukan yang lebih sedikit.
          Tentang hal ¡ni ada sebuah hadits shahih, Nabi Shallallahu Alaihi Sallam bersabda kepada Aisyah, "Kalau tidak karena kaummu masih baru dengan kemusyrikannya, níscaya akan kubangun Ka'bah di atas bakas-bekas Ibrahim. "Di dalam Al-Qur'an juga ada yang menguatkan hal ¡ni, yaitu berkenaan dengan kisah Nabi Musa bersama Bani Israel, tepatnya tatkala Musa pergi ke tempat yang sudah dijanjikan untuk bertemu Rabb-nya, selama empat puluh hari. Selama Musa pergi itulah As-Samiry mendatangkan cobaan kepada Bani Israel dengan membawa patung seekor anak sapi yang terbuat dari emas, sehingga mereka pun menyembah patung anak sapi tersebut. Saudara Musa, Harun menasihati mereka, namun nasihatnya tidak digubris. Bahkan mereka berkata, "Kami akan tetap menyembah patung anak sapi ¡ni, hingga Musa kembali kepada kami. Setelah Musa kembali dan melihat kemungkaran yang menjijikkan itu, maka beliau menumpahkan kemarahan kepada saudaranya, Harun, sebagai wujud pengingkarannya. Bahkan Musa sempat memegang jenggot Harun dan menariknya karena luapan amarahnya. Dijelaskan di dalam Al-Qur'an:
"Musa berkata, 'Ha¡ Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (seh¡ngga) kamu tidak mengikuti aku ? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku ?' Harun menjawab, 'Ha¡ putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), 'Kamu telah memecah belah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku'. " (Thaha:92-94)
          Makna ayat ini adalah, Harun lebih cenderung menjaga persatuan jamaah selama kepergian kakaknya, Musa, hingga beliau kembali, setelah ¡tu mereka bisa berembug untuk menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi mereka.
          Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin menjelaskan rukun-rukun  dalam Beramar ma`ruf dan nahi munkar  diantaranya adalah:
1.     Almuhtasib (orang yang menyeru kebajikan). Kriteria seorang Muhtasíb harus seorang muslim yang sudah mukalaf serta memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas tersebut. Adapun hal-hal yang mendukung untuk merealisasikan tugas itu seorang Muhtasib harus memiliki kepribadian mulia dan syarat yang harus dipenuhinya diantaranya adalah sudah mukalaf, memilíki ketebalan íman terhadap Allah,dan bersikap adil dalam setiap perbuatannya.
2.     Almuhtasab `Alaih (orang yang diperintah melaksanakan kebajikan), yaitu setiap orang melakukan perbuatan munkar baik anak kecil, pemuda, atau orang tua.
3.      (perbuatan mungkar). Yaitu semua perbuatan mungkar yang nampak jelas. Unsur-unsur Almuhtasab Fih antara lain, merupakan perbuatan mungkar yang bertentangan dengan syariat walaupun dilakukan oleh anak kecil atau orang gila, kemungkaran itu sedang dilakukan oleh orang, dan tidak harus bersusah payah dalam melihat kemunkaran tersebut.
4.     Nafsul Ihtisab (metode amar ma'ruf nahi mungkar). Dalam mencegah kemungkaran harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap sesuai dengan kadar kemunkarannya. tahap-tahap tersebut antara lain:
·         Tahu (Ta'aruf)
·         Memberi  pengertian (Ta'rif)
·         Melarang (Nahi)
·         Memberi petuah (Wa'dzu)
·         Memberi nasehat (Nushu)
·         Mencaci (Sab)
·         Tindakan tegas (Ta'nif )
·         Merubah dengan tangan/kekerasan (Taghyir Bil yad)
·         Mengancam untuk dipukul (Tahdid Bi dorbi)
·         Memukuli (Iqo'u dorbi)
·         Mengangat senjata (Sahrus Silah)
          Di zaman sekarang ini tentunya untuk memberantas kemunkaran tidaklah cukup hanya dengan merubah kemungkaran-kemungkaran kecil dan parsial, seperti pentas lagu, wanita yang tampil seronok dengan dandanannya di tempat-tempat umum, penjualan kaset dan video yang berisi hal-hal yang tidak pantas dan dilarang. Permasalahannya jauh lebih besar dari gambaran ¡ni. Jadi harus ada perubahan yang lebih mendalam, lebih luas dan menyeluruh. Perubahan ¡ni harus menyangkut perubahan pemikiran dan pemahaman, menyangkut nilai dan timbangan, menyangkut akhlak dan amal, menyangkut adab dan tradisi, menyangkut sistem dan perundang-undangan.
          Sebelum ¡tu pun sudah harus ada perubahan manusia dar¡ internalnya, melalui bimbingan secara kontinyu, pendidikan yang berkelanjutan dan keteladanan yang baik. Jika manusia mau merubah keadaan dirinya sendiri, maka mereka adalah orang-orang yang layak mendapat perubahan dar¡ sisi Allah, sesuai dengan sunnah-Nya yang berlaku, sebagaimana Firman Allah:
"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum seh¡ngga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra'd: 11). 












































Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Oleh: Nasiruddin
Sekiranya ditanyakan mengapa perlu belajar leader­ship, maka jawabnya adalah karena sebenarnya setiap orang itu mempunyai peluang untuk menjadi pemimpin, apabila ia mendapat pendidikan, mempunyai pengetahuan leadership dan pengalaman berorganisasi yang cukup. Dan sebenarnya kepemimpinan itu bukan sesuatu yang diwariskan secara turun temurun. Kepemimpinan dapat dipelajari oleh setiap orang dan dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman memimpin secara praktis sejak usia muda.
Dalam konteks ini menurut terminologi Islam, kepemim­pinan biasa disebut imamah dan orang yang memegang kepemimpinan disebut imam. Kemudian khusus di dalam kepemimpinan negara, sepanjang sejarahnya, Islam menggu­nakan istilah khalifah, amir dan sultan. Rasulullah SAW dalam masalah kepemimpinan senantiasa menekankan tentang perlunya ada pemimpin dalam segala urusan. Sampai-sampai beliau pernah menyatakan bahwa "Apabila berangkat tiga orang dalam suatu perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpin" (HR. Abu Dawud).
Oleh sebab itu menegakkan kepemimpinan di dalam Islam hukumnya wajib atau fardhu kifayah, di mana jika di dalam suatu masyarakat tidak ada yang mau memimpin, sehingga kehidupan menjadi kacau dan rusak maka semua warga masyarakat tersebut menanggung dosa. Dalam hadist lain disebutkan,
"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanyakan perihal kepemimpinannya."
Hadits ini menegaskan bahwa setiap manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin, baik pemimpin dalam lingkup yang kecil, seperti pemimpin keluarga, pemimpin diskusi dan lain­lain, maupun pemimpin dalam lingkup yang besar seperti pemimpin organisasi, pemimpin agama, pemimpin negara dan sebagainya. Hal ini disebabkan setiap orang itu dilahirkan untuk memimpin, setidak-tidakriya memimpin dirinya sendiri. Itulah sebabnya pemimpin dan kepemimpinan itu selalu ada dalam masyarakat dan menjadi milik masyarakat di mana pun dan kapan pun.
Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan khusus­nya pada jaman, modern dan sampai kapan pun. Terutama dalam upaya membangun bangsa, pemimpin dan kepemim­pinan menduduki posisi penting dan amat menentukan. Hal ini karena kepemimpinan sebenarnya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Di mana dalam kepemimpinan berjalan proses menciptakan situasi yang mengkondisikan agar seluruh anggota suatu organisasi bersama pemimpinnya dapat mencapai tujuan bersama dengan hasil yang maksimal.
Sifat-Sifat Pemimpin
Kemudian guna menunjang sang pemimpin bisa memiliki potensi dan kelebihan-kelebihan seperti yang diidealkan tersebut, kiranya setiap pemimpin harus membekali diri dengan sifat-sifat kepemimpinan yang utama. Di mana menurut konsep kepemimpinan Islam, seorang pemimpin harus membekali diri dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji.
Banyak penulis yang telah menyebutkan sejumlah sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Ada yang menyebutkan empat, enam, delapan, sepuluh, dua belas, empat belas, dan ada yang lebih banyak lagi. Dalam makalah ini penulis akan mengemukakan sifat-sifat kepemimpinan sesuai etik dan moral Islam, yang perlu dimiliki oleh para pemimpin,. yaitu :
1.       Iman dan Takwa.
2.       Sehat jasmani dan rohani.
3.       Cerdas, berilmu pengetahuan.
4.       Benar dan terpercaya (amanah).
5.           Adil dan bijaksana.
6.       Lapang dada dan terbuka.
7.                        Berani dan bertanggung jawab.
8.                        Sabar dan ikhlas berkorban.
9.       Suka melindungi dan pemaaf.
10.    Qonaah dan istiqomah
11.    Lemah lembut dan kasih sayang
12.       Rendah hati dan simpatik.
13.       Obyektif, demokratis dan berwibawa
Fungsi Pemimpin
Dengan munculnya pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang terpuji, niscaya rakyaf yang dipimpin akan dapat membangun jati dirinya sebagai bangsa yang beradab dan berperilaku sesuai dengan akhlak yang mulia. Ini perlu diperhatikan betul-belul oleh setiap pemimpin, karena sesung­guhnya fungsi seorang pemimpin meliputi fungsi sebagai berikut:
  1. Pendidik.
  2. Teladan yang baik (uswatun hasanah)
  3. Pemberi nasihat.
  4. Pembimbing.
  5. Penanggung jawab.
  6. Pengayom.
  7. Pelayan masyarakat (khadimul ummah).
Amanat Menurut Islam
Konsepsi amanat dalam ajaran Islam dinyatakan bahwa seluruh kekuasaan dan otoritas adalah milik Tuhan. Hanya Allahlah yang berkuasa dan hanya Dia yang memiliki kekua­saan mutlak, dan Dia sendiri yang mempunyai hukum yang benar. Manusia hanya diberi kekuasaan berupa amanat atau kepercayaan.
Oleh karena itu setiap pemimpin dan pejabat hendaknya menyadari bahwa kekuasaan yang ada padanya haruslah diabdikan kepada kepentingan seluruh masyarakat. Lebih jauh lagi, kedudukan dan jabatan yang disandangnya itu hendaknya dijadikan sarana untuk beribadah sebagai medan pengabdian bagi kejayaan bangsa, negara dan agama, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Dalam kehidupan bernegara, adanya sikap amanah para penguasa dan aparat pemerintahan sangatlah penting. Karena sesungguhnya pemerintahlah yang menjadi peme­gang amanat rakyat, dan amanat itu pula yang menjadi kunci suatu pemerintahan memperoleh dukungan rakyat. Selama kekuasaan berada di tangan penguasa yang jujur dan amanah, niscaya kekuasaan itu akan digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Dan selama kekuasaan berada di tangan pejabat yang amanat, maka kekuasaan yang dipegang tidak akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi atau golongannya, dan tidak disalah-gunakan untuk memperkaya diri yang akibatnya dapat menyusahkan kehidupan rakyat banyak.
Setiap penguasa dan pemimpin yang amanat pasti dalam bertindak akan selalu bersikap hati-hati. Ia akan selalu men­dasarkan tindakannya pada ajaran agama. Ia takkan mudah berlaku sembrono dan ngawur, sehingga sikap dan tindakan­nya tidak akan melanggar ketentuan hukum negara dan hukum agama. Semua itu dapat ia lakukan karena setiap wakti ia selalu mawas diri. Dalam benaknya ia selalu bertanya kritis kepada, diri sendiri, apakah tindakannya sudah benar atau salah, halal atau haram.
Demikian pentingnya sifat amanat di dalam masalah kepemimpinan, sehingga Nabi SAW mengaitkan sifat amanat kepada keimanan seseorang yang memegang jabatan kepe­mimpinan. Beliau bersabda,
" Tidak beriman seseorang jika ia tidak amanah"
Seorang pemimpin yang tidak amanat berarti pengkhianat. Dan pengkhianat adalah ciri utama orang munafik. Padahal orang munafik itu diharamkan oleh Islam untuk diangkat menjadi pemimpin. Oleh karena itu hanya orang yang kuat imannya yang lebih berhak menjadi pemimpin, karena mereka memiliki dasar moral yang kuat dan akhlak yang tinggi di dalam menjaga amanat kepemimpinannya. Untuk itu orang yang akan dipilih menjadi pemimpin hendaklah orang yang beriman. Sebab kepemimpinan seorang mukmin pasti akan diwarnai dan dijiwai oleh nilai-nilai iman.
Pikiran, sikap, dan perilakunya-dalam memimpin akan selalu didasari iman dan ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya. Dengan demikian, seorang pemimpin idealnya harus dipilih dari orang-orang yang benar-benar beriman, bertakwa, tact dan patuh terhadap perintah Allah dan rasul-Nya.
Hal ini didasari oleh ajaran Islam bahwa seorang pemimpin harus bisa menempatkan dirinya sebagai pendidik umat.
Karena itu is harus memiliki sifat-sifat yang mulia dan ber­akhlakul-karimah sebagai layaknya seorang pendidik yang baik dan bertanggungjawab. Islam selalu menuntut adanya keteladanan dari setiap pemimpin, baik pemimpin formal, maupun informal, terutama keteladanan mengenai keimanan dan ketakwaannya, yang tercermin dalam perilaku, ucapan dan aural perbuatannya.
Dengan demikian, bagi seorang mukmin yang shalih apa perlunya rnengejar-ngejar jabatan, pangkat dan kedudukan apabila hal itu tidak diridhai oleh Allah, dan hanya akan memalingkan hatinya dari iman dan takwa. Hanya orang-orang bodohlah yang begitu rela mengorbankan segala-galanya demi memperoleh jabatan dan kedudukan, sehingga layaknya menjadi penyembah nafsu kakuasaan.