Minggu, 22 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH      
Dalam pasar yang serba global banyak terjadi persaingan antar perusahaan dalam mengeluarkan produknya yang terkadang sulit dibedakan satu sama lain. Salah satu alternatif bagi perusahaan yang diambil adalah dengan mendiferensiasikan produknya dari para pesaing. Ada empat cara umum dalam mendiferensiasikan penawaran perusahaan. Perusahaan dapat menciptakan nilai dengan menawarkan sesuatu yang lebih baik, lebih baru, lebih cepat atau lebih murah. “Lebih baik” artinya unjuk kerja penawaran perusahaan lebih baik dari pesaingnya. “Lebih baru” artinya mengembangkan solusi yang sebelumnya tidak ada. Biasanya hal ini resikonya lebih tinggi daripada sedikit peningkatan produk, namun ada peluang untuk laba yang lebih tinggi. “Lebih cepat” artinya mengurangi waktu penyerahan atau waktu kerja yang diperlukan dalam menggunakan atau membeli suatu barang atau jasa. “Lebih murah” artinya mendapatkan barang serupa dengan lebih murah.
Ada hal-hal yang dapat menjadikan diferensiasi berhasil dan efektif dalam pasar :
-          Operasi yang cemerlang : memberi pelanggan produk atau jasa yang handal dengan harga bersaing dan mudah didapat. Misalnya : Komputer Acer, Toserba Matahari, dan Fuji Film.
-          Keakraban pelanggan : mengenal dekat pelanggan sehingga dapat menanggapi kebutuhan khusus mereka. Misalnya : Bengkel Auto 2000,dan Margarin Blue Band.
-          Keunggulan produk : memberi produk dan jasa inovatif yang meningkatkan utilitas pelanggan dan memiliki unjuk kerja lebih baik daripada pesaingnya. Misalnya : Indomie, Aqua,dan Honda.
 Perusahaan biasanya mendiferensiasi dirinya dengan memusatkan perhatian pada atribut produk, baik dalam dimensi fungsi produk (product function) maupun dimensi bentuk product (product feature), dengan maksud untuk memperoleh dan meningkatkan porsi pasar serta mematahkan pesaing (Ferdinand, A.T., 1991).
Varadarajan (1986) dalam Ferdinand, A.T, (2000: 25) dengan studinya mengenai product diversity dan kinerja perusahaan menguji perbedaan kinerja antar perusahaan yang mengembangkan strategi diversifikasi produk,  ia menemukan bahwa diferensiasi produk diakui dan diadopsi secara sungguh-sungguh oleh kebanyakan perusahaan sebagai basis strategi pemasaran untuk menghasilkan kinerja pasar yang baik ,dan atas dasar itu ia menyarankan bahwa luasnya diversitas tanpa kedalaman yang cukup mungkin tidak begitu kondusif untuk menghasilkan kinerja yang unggul. Hal ini ditunjukkan oleh banyak bukti bahwa produk-produk yang sangat terdiversifikasi dan diferensiasi umumnya menghasilkan kinerja yang lebih baik.
1.2. Perumusan Masalah
Diferensiasi produk dalam sebuah pasar yang kompetitif menghasilkan pengembangan karakteristik yang disajikan melalui perubahan model yang cepat dan variatif, sehingga pembedaan dapat mengembangkan keunggulan-keunggulan unik yang tidak dimiliki oleh pesaingnya. Permasalahan yang muncul di sini adalah :
1.       Bagaimana perusahaan mengenali sumber keunggulan kompetitif yang mungkin ada?
2.       Sejauh mana efektivitas diferensiasi produk yang dilakukan dalam memenangkan persaingan?
3.       Bagaimana ciri pembeda utama bagi perusahaan dalam mengeluarkan produknya?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Diferensiasi produk merupakan strategi pemasaran untuk menghasilkan kinerja pasar yang baik. Maka dari itu pengembangan diferensiasi produk mempunyai tujuan diantaranya :
1.       Dengan memanfaatkan diferensiasi produk dapat menarik minat konsumen potensial.
2.       Dapat memberikan reaksi positif terhadap perusahaan pada saat melihat atau menduga bahwa pesaing akan mengembangkan strategi diferensiasi yang lain.
3.       Dengan diferensiasi produk akan memberikan keunggulan unik melalui produk, harga, promosi dan distribusi dan melalui itu pula porsi pasar dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan.
1.3.2. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dari diferensiasi produk bagi perusahaan adalah :
1.       Dapat memenangkan persaingan dalam pasar yang serba global dengan produk-produk yang spesifik.
2.       Dapat memberikan masukan tentang kelemahan dan kelebihan suatu produk dari banyak perusahaan dengan melihat faktor-faktor pembedanya.

BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL

2.1.   Konsep-konsep Dasar
2.1.1 Diferensiasi Sebagai Strategi Pemasaran
Theodore Levitt pernah mengatakan bahwa “anything could be differentiated”. Apa pun bisa didiferiensiasi! Karena itu Levitt tidak percaya pada komoditas. Bahkan apel dan jeruk yang ditempeli label pun sudah bisa terdiferensiasi dari yang lain. Beras dulu dianggap sama saja dan dibedakan dari kualitas satu, dua, tiga, dan sebagainya. Sekarang selain ada beras “Rojolele” yang lokal, juga sudah ‘masuk’ beras impor. Brand yang dipakai bisa macam-macam, bisa beras Jepang, beras Amerika, dan sebagainya.Sebab persoalan merek penting dimana pasar bebas memberikan pilihan pada konsumen tentang produk yang ditawarkan. Merek mempercepat dan mempermudah pilihan konsumen dengan tindakan yang cepat, memungkinkan mendapat informasi yang cepat dari ingatannya termasuk mengingat pembelian yang terdahulu. Keberhasilan sebuah merek sebagaimana yang telah didefinisikan oleh De Chernatory dan Mc. Donald (1994) adalah sebagai produk yang diidentifikasikan, pelayanan, orang atau tempat yang dapat diperbesar dimana pembeli atau pemakai merasakan nilai tambah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Strategi pemasaran seringkali dibedakan pada fokus “Push (dorong) dan Pull (tarik). Strategi dorong berfokus pada usaha pemasaran pada perantara atau eceran dengan alasan bahwa pelanggan akan memilih produk yang tersedia di tempat. Strategi tarik terfokus pada usaha promosi pada customer  dengan dasar bahwa customer akan mencari-cari merek yang menjadi “must stock” bagi seluruh penjual atau pengecer.
Sebagaiamana yang dikatakab Phil Cooper, Wakil Presiden Perusahaan Kursi Barcalounger “Kami membuat kursi untuk bersandar dan kami bangga tidak hanya dalam desain dan jahitan tetapi juga dalam tempat duduknya. Orang bisa membuat kursi yang serupa dengan Barcalounger, tetapi jarang bisa duduk seperti Barcalounger. Jika anda ingin harga, anda dapat membeli kursi yang lebih murah tetapi jika ingin sesuatu yang indah, menyenangkan dan berumur panjang itulah posisi kami”. Dan strategi tersebut diarahkan langsung kepada pembeli wanita yang senang akan penampilan dan pandangan yang bagus.
Strategi IBM untuk yang lebih baik adalah membatasi teknologi yang bertumpuk-tumpuk, membiarkan pasar mencari pemenangnya. Diferensiasi dalam satu dekade yang dibuat IBM adalah menjual PC di Amerika. IBM menciptakan standar industri pada tahun 1981 dengan mengadopsi perangkat lunak Microsoft dan Intelchip untuk IBM PC yang asli. Mesin IBM yang baru mempunyai desain industri yang manis seperti kemampuan untuk mengetahui dan membaur problem internal dengan modem, tetapi tidak radikal berbeda dari para pesaingnya. Dengan hal ini, IBM beranggapan bahwa ia telah mempunyai perbedaan dalam kualitas yang superior dan pelayanan customer.
Karena itu, Philip Kotler mengatakan bahwa diferensiasi itu bisa terlihat pada macam-macam aspek. Mungkin di produk, mungkin di cara penetapan harga. Mungkin bisa juga pada citra perusahaan. Bukan pada corporate culture. Dengan demikian, semakin terlihat bahwa diferensiasi memang berbeda dengan positioning. Kalau positioning adalah suatu persepsi yang diinginkan terjadi di benak target market yang dituju, sedang differentiation, sekali lagi, merupakan semua aspek yang harus ‘mendukung’ positioning tersebut. Semakin banyak aspek yang mendukung, semakin kuatlah  positioning yang bisa dicapai.
Dalam pandangan Montgomery (1989), pembuat keputusan mungkin akan menyerah atau menunda pilihan jika gagal dalam mencoba menemukan susunan yang dominan untuk alternatif yang dijanjikan. Kemudian jika pilihan hanya muncul setelah seseorang telah mengatur keinginan yang cukup ketika situasi keputusan menawarkan banyak alternatif yang dapat diterima dan tidak ada lagi yang dapat membuktikan bahwa itu yang terbaik, maka hal tersebut akan menciptakan perasaan kebingungan yang membuat enggan untuk bertindak.
Mungkin orang akan menekankan hal-hal yang kurang pantas pada power komunikasi pemasaran, sebab ini telah menjadi kebijakan konvensional untuk mengklaim bahwa formulasi produk lebih serupa dan hanya yang berbedalah yang berkesan. Tapi yang terpenting, produk yang mengagumkan, kreatif, brilian dalam periklanan, sales promosi, PR, pemasaran langsung,dan kemasan adalah batu fondasi terpenting dalam kualitas produk, sehingga dapat menciptakan merek yang besar dalam persaingan. Pada dasarnya perusahaan berbeda kelincahannya dalam lima segi : mengubah pasar sasaran, produk, tempat (saluran), promosi, dan harga. Kelincahan ini tergantung dari struktur industri dan posisi perusahaan dalam industri. Untuk setiap tindakan, perusahaan harus memperkirakan hasilnya. Tindakan yang menjanjikan hasil terbaik adalah keseimbangan strategis perusahaan.
2.1.2 Berbagai Cara Perusahaan Dalam Mendiferensiasikan Produk 

Variabel Diferensiasi

PRODUK

PELAYANAN
PERSONIL
CITRA
Ciri
Unjuk 
Kesesuaian

Ketahanan
Keandalan
Mudah diperbaiki
Gaya
Rancangan
Penghantaran
Kerja Instalasi
Pelatihan Pelanggan
Jasa konsultasi
Perbaikan
Lain-lain
Kompetensi
Keramahan
Kredibilitas

Dapat dipercaya
Cepat tanggap
Komunikasi


Simbol
Media
Suasana

Acara

 

Berdasarkan studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti di bidang marketing (Ferdinand, A.T., 1991; Scherer, 1970; Sullivan, 1990; Varadarajan, 1986) dapat ditarik sebuah simpul pengertian bahwa para penjual dapat mendiferensiasikan produknya dalam empat cara. Pertama, perusahaan mendiferensiasikan produk/jasa yang ditawarkannya melalui pemerkayaan fungsi produk. Misalnya perusahaan mendiferensiasikan produk senter atau produk tape recorder dengan melengkapi senter pada tape recorder atau melengkapi pemutar kaset pada senter. Senter tidak saja berfungsi untuk memberikan penerangan, tetapi juga untuk mendengarkan musik. Kedua, perusahaan melakukan diferensiasi pada bentuk produk (product feature). Industri mainan anak-anak melakukan diferensiasi dalam bentuk produk untuk menghasilkan keanekaragaman produk yang “tampil beda”. Ketiga, perusahaan juga dapat mendiferensiasikan produk melalui pengembangan atribut-atribut subyektif (subyective image) untuk meluluhkanperasaanpelanggan, seperti beberapa produk kacang-kacangan yang diferensiasi justru dibangun oleh program promosi untuk mengembangkan “subjective image”nya. Dalam hal ini dapat dilakukan misalnya diferensiasi karena warna kemasan, iklan, promosi dari mulut ke mulut (word of mouth). Keempat, perusahaan-perusahaan dapat mengembangkan diferensiasinya karena kebaikan alam yaitu yang disebut keunggulan alamiah yang diberikan oleh sebuah lokasi tertentu. Diferensiasi yang dikembangkan melalui perubahan bentuk (styling change) merupakan kebijakan yang relatif sudah umum digunakan untuk membangun diferensiasi image. Ada tiga faktor yang mendorong proses persaingan dalam model atau style tersebut. Pertama, kenyataan bahwa konsumen ternyata sangat sensitif terhadap diferensiasi dalam desain. Kedua, adanya pengetahuan bahwa pesaing selalu berupaya untuk menyiapkan model-model baru, didorong lagi oleh ketidakpastian pasar sehingga mendorong perusahaan untuk selalu mengembangkan model baru, oleh karena itu upaya pengembangan diferensiasi menjadi kebijakan yang berkesinambungan. Ketiga, kesulitan untuk memprediksi respons konsumen terhadap pemunculan sebuah model baru menyebabkan  perusahaan secara berkesinambungan mengembangkan model-model diferensiatif untuk selalu dapat menjangkau konsumen.
            Hal-hal yang ditempuh perusahaan dalam merespon tempat pasar yang baru melalui peningkatan produk untuk diferensiasi  sebagai cara bersaing secara efektif sering muncul dua hal dalam prakteknya yaitu menunda deferensiasi dan pemutaran operasi. Dalam kasus IBM, menunda deferensiasi dicoba pada perakitan final dengan menyimpan produk semi jadi yang disebut vanilla box.  Vanila box dibangun untuk mengantisipasi permintaan, dan komponen tambahan akan ditambah setelah permintaan itu telah direalisasi. Keberhasilan strategi ini tergantung pad waktu merakit produk dan vanilla box yang dapat dibangun pada gilirannya tergantung pada rangkaian perakitannya.
2.1.2.2. Karakteristik Suatu Produk yang Dapat Didiferensiasi
Pemahaman tentang nilai total dari suatu produk sangat penting dalam kerangka membuat keputusan untuk memasuki atau meninggalkan suatu pasar, keputusan dalam menetapkan harga, serta memahami komponen-komponen produk yang membuat value dari suatu produk. Dalam kaitan ini Feshbein dalam lehmann dan Winner  ( 1997 ) menyebut suatu ide dimana sebuah produk adalah sejumlah karakteristik dan di setiap karakteristiknya mempunyai nilai yang secara luas diketahui oleh calon pelanggan. Dengan demikian, nilai dari setiap produk merupakan penjumlahan dari keseluruhan karakteristiknya, sehingga dapat digambarkan sebagai berikut
Nilai keseluruhan = ∑ (posisi nilai dari keseluruhan karakteristik ).
            Lehman dan Winner ( 1997 ) mengungkapkan bahwa beberapa karakteristik yang termasuk dalam karakteristik suatu produk adalah :  (1) atribut fungsional,  (2) service ( pelayanan ), (3) image, dan (4) ekuitas merek. Secara rinci keempat karakterisrik tersebut akan diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.
1.       Atribut Fungsional
Sumber nilai bagi pelanggan yang sangat jelas adalah atribut fungsional atau kegunaan suatu produk ( utilitarian ). Dasar dari atribut fungsional ini adalah performance feature sebuah produk, misalnya daya muat suatu alat angkut atau keiritan BBM untuk kendaraan bermotor. Satu hal yang sangat penting untuk diingat, persepsi benefit sangat menentukan nilai bagi seorang pelanggan. Terdapat sejumlah pendekatan dalam melakukan evaluasi terhadap atribut fungsional :
ΘOpini ahli ( expert opinion ). Dalam kategori produk yang ditetapkan
secara baik, opini ahli menjadi sangat berguna. Meskipun opini tersebut sangat berguna namun sering terjadi kesalahan karena kadang-kadang terjadi kecenderungan yang didasarkan pada spesifikasi teknis pada persepsi konsumen.
              Θ Survey data. Dalam suatu survey, sering terjadi bahwa atribut yang menghasilkan suatu value dipastikan melalaui direct rating, misalnya seberapapentingkah produk  X bagi saudara. Model rating seperti ini umumnya mempunyai dua masalah yang perlu mendapatkan perhatian : ( 1 ) sesuatu cenderung untuk diberi rating “ penting “ dan (  2 ) beberapa pertanyaan yang diajukan akan dijawab dengan jawaban yang cenderung menyenangkan. Dengan demikian, dalam survey data ini dimensi kuncinya tidak dapat dicakup oleh metode tidak langsung sebagaimana dalam multidimensional scaling. Dua sistem rating, yaitu rating secara langsung ( seberapa karakteristik X yang dimiliki produk Y ) dan positioning yang dilakukan melalui multidimensional scaling dapat digunakan dalam suatu survey data.
      ΘAnalisis pola pembelian. Ukuran penting dari suatu karakteristik adalah kekecewaan yang dirasakan oleh pelanggan  ( customer`s resistance ). Kekecewaan pelanggan tidak akan hilang dan akan terus dipandang sebagai pengalaman penting. Dengan menguji kemungkinan berpindah ( switching ) ke produk lain, sangat mungkin untuk menciptakan model geometrik, dimana diantara dua brand dipasangkan kemudian dilihat apakah terdapat kemungkinan perpindahan yang sangat substansial dan sangat dekat karena hanya terdapat dua pilihan. Dimensi identitas yang demikian diterjemahkan sebagai karakteristik keputusan kunci.
      Θ  Memantapkan posisi atribut. Pendekatan lain yang barangkali berbeda dengan pendekatan-pendekatan diatas adalah pendekatan untuk memantapkan posisi-posisi atribut.
2.       Pelayanan
Kritik terhadap pelayanan adalah kritik yang banyak disampaikan terhadap kualitas dari berbagai produk. Kritik yang disampaikan terhadap produk biasanya  menyangkut dua hal : (1) fungsional atribut, yaitu dalam level yang rendah dan tidak reliabel, (2) aspek-aspek lain dari penawaran, khususnya  pelayanan yang telah diabaikan . Secara prinsip, pelayanan/service dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu :
@         Pelayanan sebelum penjualan ( before sales service ) yang harus dilakukan dengan penyediaan informasi.
@         Pelayanan saat penjualan  yang mencakup berbagai macam pelayanan dalam pembelian seperti reliabilitas dan penyampaian yang tepat, pemasangan, percobaan, sistem pembayaran yang dapat dengan mudah dilakukan.
@         pelayanan purna jual ( after sales service ) yaitu segala bentuk pelayanan, baik yang menyangkut hal-hal yang bersifat rutin dan perbaikan darurat.
                        Ketiga kategori diatas sampai saat ini masih menjadi pokok perhatian para pemasar  dan merupakan salah satu cara untuk lebih menguatkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan disamping kecepatan dalam merespon secara efektif terhadap problem yang dihadapi pelanggan. Dalam kerangka memenuhi ketiga kategori diatas maka upaya untuk memonitor kualitas pelayanan menjadi  aktifitas yang sangat penting.
3.       Image
       Sumber nilai yang ketiga adalah image suatu produk , termasuk di dalamnya bagaimana “ product feels “ Intinya adalah apakah perasaan seorang pelanggan sesuai dengan image yang diinginkan terhadap suatu produk. Harga adalah bagian dari image sebuah produk  dan pelanggan kemungkinan untuk menggunakan ukuran harga yang tinggi sebagai cerminan kualitas atau sebaliknya.
4.       Ekuitas Merek ( brand equity )
Ekuitas merek adalah nilai dari suatu produk bagi pelanggan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terdapat dibalik hal-hal yang dapat dijelaskan secara fungsional atribut-atribut pelayanannya dan termasuk image terhadap brand. Ekuitas merek sering direfleksikan dengan kesediaan pelanggan untuk membayar dengan harga premium terhadap sebuah brand. Menurut Aaker ( 1991 ), brand equity dapat diperoleh melalui beberapa sumber :
1.                   Awareness. Bentuk yang paling sederhana dari brand equity  adalah adanya perasaan tidak asing terhadap brand. Perasaan tidak asing terhadap suatu brand akan memberikan rasa percaya diri. Kemudian rasa percaya diri ini akan menyebabkan adanya perasaan bahwa resiko yang dihadapi oleh pelanggan berkurang, yang pada gilirannya, pelanggan cenderung untuk mempertimbangkan dan memilih brand yang bersangkutan. Fakta menunjukkan bahwa rata-rata pelanggan lebih menyukai brand yang telah ia kenal daripada brand yang asing baginya atau baru saja yang ia kenal. Pilihan terhadap brand yang telah diketahui oleh pelanggan akan memberikan justifikasi bagi yang bersangkutan untuk mengambil keputusan serta menjelaskan tindakan-tindakannya. Justifikasi ini akan memiliki peran sosial yaitu mengindikasikan bahwa seseorang telah membeli sesuatu yang sangat bernilai dengan cara-cara tepat.
2.                   Asosiasi atribut. Brand yang telah dikenal seringkali akan memberikan pengaruh pada kualitas ( baik atau buruk ). Kualitas dapat bersifat umum, Misalnya “ Sonny “. Sonny dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan elektronik yaang memproduksi barang-barang yang berkualitas. Dengan pemahaman seperti ini, maka setiap produk elektronik yang dibuat oleh Sonny akan dipersepsi bagus dan berkualitas. Kualitad dapat pula ditunjukkan oleh atribut atau kategori yang spesifik sebagaimana yang terjadi pada “ Sari Ayu “. Produk-produk dari perusahaan kosmetik ini sangat terkenal sehingga produk kecantikan apapun yang diproduksi oleh Sari Ayu akan dipersepsikan berkualitas meskipun produk-produk itu baru.                
3.                   Asosiasi yang lain, khususnya brand personality dan brand image. Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa kualitas berhubungan dengan asosiasi atribut produk. Bahkan bukan hanya sampai di situ, kualitas dapat menumbuhkan subyektifitas serta asosiasi emosional yang juga merupakan bagian penting dari nilai brand. Hal ini mencakup asosiasi personal, seperti yang terjadi dalam iklan sabun LUX yang menyatakan bahwa “ Sabun LUX adalah sabun kecantikan bintang-bintang film “. Bentuk asosiasi yang lain adalah asosiasi emosional yang biasanya berhubungan dengan karakteristik “ stability “.
4.                   Loyalty. Ukuran yang paling kuat dari nilai brand adalah  loyalitas terhadap produk, baik dalam bentuk pembelian ulang ataupun munculnya cerita dari mulut ke mulut atau getok tular ( word of mouth ). Kedua cerminan loyalitas tersebut sering ditunjukkan oleh pelanggan. Loyalitas terhadap produk kadang-kadang terjadi sangat situasional sebagaimana yang terjadi pada pembelian ulang yang dilakukan pelanggan karena tidak adanya alternatif. Pada saat yang lain, loyalitas merupakan refleksi dari motif efisiensi. Brand suatu produk sedemikian bagus sehingga secara otomatis pelanggan menjatuhkan pilihannya sehingga effort yang dikeluarkan minimal. Hal ini dapat pula terjadi manakala pelanggan mengandalkan “ expert “ ( misalnya dealer ) untuk membuat suatu pilihan. Dalam kasus semacam ini, loyalitas diciptakan oleh saluran distribusi. Dari beberapa ilustrasi diatas, dapat dikatakan bahwa bentuk loyalitas yang paling kuat dapat terjadi atas saran orang lain yang memiliki pengalaman.
2.1.2.3  Proposisi nilai sebagai kunci sukses dalam merebut Pelanggan
            Dalam situasi ekonomi yang serba kompleks, beberapa perusahaan di Asia dan tempat-tempat lain berusaha untuk beroperasi secara efisien, khususnya dalam mendesain produk dan service untuk produk-produk yang berkualitas dan memasang harga yang kompetitif. Globalisasi dan tekanan liberalisasi perdagangan telah memacu adanya percepatan perubahan ke arah yang lebih baik ( kelola, VII/1998 : 61 ). Secara garis besar, proposisi nilai pelanggan ( customer value proposition ) dapat ditinjau dari tiga faktor :
1.      Kepemimpinan Produk. Bentuk yang sangat kongkrit dari kepemimpinan produk adalaha state of the art dari suatu produk, yaitu keunikan produk yang menyebabkan produk-produk itu disukai dan kecepatannya dalam menembus pasar. Dengan dua karakteristik tersebut, maka produk-produk yang potensial untuk menjadi leader, sejak awal peluncuran sudah mempunyai ciri ini. Dengan keunikan dan kecepatan dalam menembus pasar maka besar kemungkinan produk ini akan menjadi “ yang pertama di pasar ”.
2.      Keunggulan dalam sistem operasi ( operasional Excellence ). Termasuk dalam kategori ini adalah biaya produksi yang rendah ( low cost product ) dengan kualitas produk yang tinggi dan pelayanan yang istimewa ( excellence service ). Dengan kedua ciri yang dimiliki dalam operasional excellence akan memberikan kemungkinan yang sangat besar untuk dipilih oleh calon konsumen. Lebih-lebih dalam masa krisis sebagaimana yang terjadi saat ini, produk dengan harga rendah, kualitas yang tinggi serta pelayanan yang sangat baik mempunyai peluang sangat besar untuk dipilih oleh calon pelanggan.
3.      Kedekatan dengan pelanggan ( customer intimacy ). Kedekatan dengan pelanggan adalah tahap lanjutan dari keunggulan pelayanan. Pelayanan yang baik, baik sebelum pembelian, saat pembelian, dan pasca pembelian akan memunculkan apa yang disebut customer intimacy. Dengan demikian, apa yang dimaksud dengan customer intimacy adalah kedekatan antara perusahaan dan pelanggan dalam jangka waktu yang tidak terhingga. Oleh karena itu, unsur yang termasuk dalam kedekatan dengan pelanggan ini adalah customisation dan hubungan jangka panjang dan penuh perhatian.
       Hopy, Jeremy dan Tony Hope dalam Ho ( Kelola, VII/1998 : 63 ) menyatakan bahwa proposisi nilai bagi pelanggan dapat diukur dengan instrument sebagai berikut :
1.       Kepemimpinan produk
-       Siklus waktu proses
-       Biaya proses
-       Ukuran kualitas
-       Proses produktivitas
-       Tingkat pemenuhan pesanan atau order
2.       Keunggulan sistem operasi :
-       Persentase penjualan dari produk baru
-       Waktu yang diperlukan untuk mengembangkan generasi produk berikutnya
-        Waktu yang diperlukan untuk mencapai break event
3.       Kedekatan dengan pelanggan :
-       Loyalitas pelanggan
-        Probabilitas pelanggan
            -   Tingkat pembelian ulang
2.1.2.4. Ada empat cara dalam mendeferensiasikan suatu produk :
1.      Konteks
Dalam  dunia bisnis, selalu ada pesaing yang selalu mengelilinginya sehingga menjadi alasan untuk terus berinovasi. Pesan pemasar harus dipahami isinya. Ini harus dimulai dengan apakah tempat dan pangsa pasar terdaftar sebagaai tempat persaingan. Konteks juga mencakup Apa yang terjadi di pasar ?, Apakah timing untuk ide anda tepat ?. Ide differensiasi dari Nordstrom dengan “ Pelayanan lebih baik “ nya bermain sempurna dalam konteks dunia departement store yang telah mereduksi orang-orangnya  sebagai cara untuk memangkas biaya. Cara ini seperti menaiki gelombang. Jika terlalu cepat atau terlalu lambat maka anda tidak dapat pergi kemana-mana.
2.       Mendeferensiasikan ide
Untuk menjadi unik adalah salah satu cara untuk diferensiasi. Sehingga seorang pemasar mencari sesuatu untuk berbeda dari pesaingnya. Rahasia untuk memahami hal tersebut adalah bahwa diferensiasi itu tidak harus selalu berhubungan denga produk. Seperti halnya kuda. Kuda dideferensiasikan dengan tipenya. Ada kuda balap, peloncat, peternak, kuda liar, dan sebagainya. Tetapi kuda balap dapat dibedakan dengan berkembangbiak, penampilan, kandang, pelatih, dan sebagainya.
Sebuah produk atau pelayanan dapat dideferensiasikan dengan ciri ( feature ), leadership, pilihan ( preference ), spesialisasinya, bagaimana pembuatannya, dan sebagainya. Menjadi kreatif, atau modern atau cool bukanlah ide deferensiasi.
3.       Kepercayaan
Untuk membangun argumen yang logis untuk diferensiasi maka harus mempunyai kepercayaan ( credential ) untuk mendukung ide deferensiasi menjadi riil dan dapat dipercaya. Jika ada diferensiasi produk, seorang pemasar harus mampu mendemonstrasikan diferensiasinya. Demonstrasi ini pada gilirannya menjadi sesuatu yang dapat dipercaya ( credential ). Jika sebuah katup adalah katup yang tahan bocor, maka seorang pemasar harus mampu memiliki perbandingan langsung dengan katup yang mudah bocor. Klaim atas diferensiasi yang tanpa bukti hanyalah omong kosong. “ wide track “ mobil Pontiac harus lebih luas daripada mobil lain. British Airways  sebagai pesawat airline dunia harus bisa terbang dengan lebih banyak penumpang. Coca Cola sebagai “ real thing “ harus memiliki cola yang inventif.
4.       Mengomunikasikan differensiasi
Seorang pemasar tidak daapat menyimpan lampu di bawah keranjang. Ia tidak dapat menyimpan diferensiasinya dalam bungkusan. Jika anda membangun diferensiasi produk, dunia tidak otomatis akan memberi jalan. Produk yang lebih baik belum tentu menang. Persepsi yang lebih baik cenderung untuk menang. Keunggulan belum tentu menang jika tidak dibantu oleh berbagai cara. Setiap aspek dari komunikasi pemasar harus mencerminkan diferensiasinya : periklanan, brosur, Web site, dan presentasi penjualannya. Dalam pemasaran, Dalam pemasaran, orang yang kaya sering menjadi lebih kaya sebab mereka memiliki sumber daya untuk merealisasikan idenya. Permasalahan yang sering dihadapinya adalah memisahkan ide yang baik dari ide yang buruk, dan menghindari penghamburan uang pada produk yang terlalu banyak dan terlalu banyak program. Sayangnya, tanpa sumber daya yang tepat seringkali ide deferensiasi tidak menghasilkan apa-apa.        II.3.  Hipotesis dan Definisi Operasional Variabel
1.       Semakin luas diferensiasi dalam feature dibangun, semakin menonjol points ofdifferentiation yang nampak dan semakin tinggi kinerja pemasaran dicapai.
2.       Perusahaan dapat mengembangkan diferensiasi melalui atribut-atribut subyektif. Semakin tinggi derajat atribut-atribut subyektif dibangun, semakin tinggi derajat antisipasi persaingan dilakukan, dan semakin tinggi kinerja pemasaran dicapai.
3.       Semakin tinggi derajat budaya organisasi yang berbasis orientasi pasar dikembangkan dalam perusahaan, semakin besar peluang sukses di pasar yang dilayani.

  B A B  III
P E N U T U P
III.1. Kesimpulan
Cara suatu perusahaan mengelola kegiatan pemasarannya dapat menjadi bentuk diferensiasi yang hebat. Dalam pilihan-pilihan mengenai pemilihan pasar dan penetapan harga yang tersedia bagi penjual,  sesungguhnya yang dirumuskan adalah bagaimana perusahaan  berbeda satu sama lain.  Sangat banyak produk konsumen yang secara generik tidak berbeda tetapi secara operasional didiferensiasikan melalui pemberian merek, kemasan, iklan, model mutakhir, bahkan harga. Oleh karena itu untuk memenangkan persaingan, perusahaan dapat menempuh cara-cara yang berbeda dari pesaingnya, diantaranya pembedaan dalam segi produk, pelayanan, personil dan citra. Adapun perusahaan dapat mendiferensiasikan produknya dengan empat cara. Pertama, perusahaan mendiferensiasikan produk yang ditawarkan melalui pemerkayaan fungsi produk. Kedua, perusahaan melakukan diferensiasi pada bentuk produk (product feature). Ketiga, perusahaan dapat mendiferensiasikan produk melalui pengembangan atribut-atribut subyektif. Dan keempat, perusahaan mendiferensiasikan produk dengan cara memanfaatkan kebaikan alam yang diberikan oleh lokasi tertentu.
III.2. Implikasi Kebijakan 
Pendekataan dalam mendiferensiasikan produk dapat mengambil bentuk-bentuk seperti desain, image merek, teknologi,bentuk atau wujud produk dan kemasan, pelayanan pelanggan atau dimensi-dimensi lainnya yang bisa menciptakan point of differentiation. Kebijakan ini  secara signifkan menentukan berhasil tidaknya perusahaan mempertahankan dan meningkatkan porsi pasar baik untuk barang-barang konsumsi maupun barang-barang industrial.


Daftar Pustaka
Dr. Agusti Ferdinand,MBA,2000. Manajemen Pemasaran : Sebuah Pendekatan Stratejik, Research Paper Series, MM. Undip.
Ravi Dhar, Product Differentiation and Endogenous Disutility International Journal of Industrial Organization (VI) Vol. 16.Iss, 1 Nov 1997. p.216.
Johnson, Bradley, IBM Tries to Show Its Different Advertizing Age (ADA), Vol. 65. Iss 44  Oktober 17, 1994.p.8
Winston Fletcher, If You Know Business You Will Use The Product Marketing (Mar) Okt. 10 1996. p.7.
Michael Chazin, Office Peripherals : Differentiate to sell Dealerscope Consumer Electronics Market Place ( DEA ) Vol. 42. Iss, 2 Feb 2000. p.31.
Chris Lewis and Angela Vickerstaff, On the Existence of A Unique Equilibrium for Models of Product Differentiation International Journal of Industrial Organization (IJI) Vol. 21. Iss, 6 Juni 2003. p.341.
Theodore Levitt dan Agus Maulana, 1987, Imajinasi Pemasaran, Penerbit Erlangga.
Hermawan Kartajaya, 2002, Marketing Plus 2000, Siasat memenangkan Persaingan Global, Gramedia, Jakarta.
Philip Kotler dan AB. Susanto, 2001, Manajemen Pemasaran di Indonesia, Salemba empat, Jilid II.

































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar