Minggu, 22 April 2012


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992, bank dapat digolongkan dalam berbagai jenis kegiatan usahanya, seperti bank tabungan, bank pembangunan, dan bank ekspor-impor. Setelah UU tersebut berlaku, jenis bank yang diakui secara resmi hanya terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Apabilahingga saat ini masih terdapat bank dengan nama depan bank pembangunan atau bank tabungan dan lain-lain, maka istilah tersebut hanyalah sekedar nama saja dan bukan menunjukkan sebagai kelompok bank tertentu.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Ayat 2 Pasal 5 UU No.7 Tahun 1992 bahwa Bank Umum dapat mengkhususkan diri untukmelaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu sehingga meskipun jenisnya dibatasi hanya bank umum dan BPR, bank umum dapat saja berspesialisasi pada bidangataupun jenis kegiatan tertentu tanpa harus menjadi suatu kelompok tertentu. Penyederhanaan jenis bank ini diharapkan dapat memudahkan bank dalam memilih kegiatan-kegiatan perbankan yang paling sesuai dengan karakter masingmasing bank tanpa harus direpotkan dengan perizinan tambahan.
Dalam melaksanakan fungsi menyalurkan dana kepada unit-unit produksi, selayaknya bank bersikap hati-hati, dengan memegang pinsip “4C’s of credit”. Namun di dalam melaksanakan prinsip “4C’s of credit” terdapat trade-off dengan kelancaran penyaluran dana. Bila bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip perbankan dan melaksanakan secara konsisten prinsip “4C’s of credit” maka akan tidak terjadi kredit macet dan posisi bank pun akan menjadi aman. Namun, apabila bank memegang prinsip “4C’s of credit” secara teguh dan menerapkannya secara ketat, maka penyaluran kredit akan mengalami hambatan, tidak lancar, yang pada gilirannya dunia usaha tidak akan terdorong untuk mengembangkan usahanya. Namun, apabila “4C’s of credit” dilonggarkan atau  diabaikan maka ancaman kredit macet akan menganga dan siap menerkam sewaktu-waktu. Bila terjadi kredit macet pada suatu bank, maka peluang operasi bank tersebut akan menyempit, dan jika tidak segera diatasi akan terancam likuidasi.
Dalam kaitan ini diperlukan suatu kearifan, kecerdasan, dan kecermatan para pengelola perbankan. Jika tidak, maka tidak akan tersedia alternatif yang terbaik bagi kelancaran penyaluran kredit dan trade-off yang disebutkan di atas akan benar-benar terjadi.
Bank dalam perkembangannya merupakan suatu lembaga ekonomi yang profit oriented. Uang yang disimpan masyarakat (nasabah) oleh bank dipinjamkan kepada pihak ketiga (perusahaan dan masyarakat) dengan mengenakan bunga yang lebih tinggi dari yang dibayarkannya kepada para penyimpan (nasabah). Marjin bunga yang diperoleh bank merupakan penerimaan (revenue), yang setelah dipotong seluruh biaya operasi, akan diperoleh profit. Operasi perbankan ini dimungkinkan karena beberapa alasan, antara lain: (1) uang yang disimpan para nasabah di suatu bank tertentu tidak diambil sekaligus dan serempak pada suatu waktu, sehingga bank memegang (menguasai sementara) uang cukup banyak; (2) Bank berkewajiban membayar bunga kepada para nasabah; (3) Pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan, memerlukan dana tambahan untuk ekspansi usaha.
Menurut data Bank Indonesia Semarang, Penyaluran kredit bank umum di bank umum Jateng posisi September 2003 tercatat sebesar Rp25.597 miliar, berarti meningkat sebesar 22,0 % dibandingkan posisi Juni 2003. Meningkatnya jumlah penyalur kredit  ini menunjukkan peran intermediasi yang tercermin dari LDR semakin baik dan memberikan harapan bagi perbaikan kondisi perekonomian Jawa Tengah terutama sektor ekonomi yang dibiayai oleh bank umum. LDR posisi September 2003 tercatat 60,7 %, meningkat cukup tinggi dibandingkan posisi Juni 2003 yang tercatat 56,6 %.
Dana pihak ketiga ( DPK ) yang berhasil dihimpun oleh bank umum Jawa Tengah, posisi September 2003 tercatat sebesar Rp 42.163 miliar, meningkat 9,0 % dibandingkan posisi September 2002 dan 0,8 % dibandingkan posisi Juni 2003. Dari posisi DPK bank umum, tabungan merupakan porsi terbesar yaitu 42,1 %, dengan pertumbuhan terbesar dibandingkan dengan giro maupun deposito. Pertumbuhan tabungan meningkat sangat pesat dibandingkan posisi September 2002 yakni sebesar 21,5 %, sedangkan bila dibandingkan posisi Juni 2003 sebesar 4,9 %.  Pertumbuhan positif tersebut juga terjadi pada giro yang masing-masing tercatat 7,4 % dan 3,3 % jika dibandingkan dengan posisi September 2002 dan posisi Juni 2003. Namun kondisi tersebut tidak diikuti oleh pertumbuhan deposito yang justru menurun dibandingkan posisi September 2002 maupun posisi Juni 2003 yakni masing-masing 1,4 dan 4,4 %.
Dilihat dari penyebaran LDR bank umum di 35 kabupaten dan kota se- Jawa Tengah posisi akhir September 2003, penyaluran kredit terbesar terjadi di wilayah Kota Semarang mencapai Rp. 7.046 miliar atau 27,5 % dari total kredit bank umum. Namun dibandingkan dengan dana yang berhasil dihimpun yaitu Rp 14.775 miliar atau 35,3 %, penyaluran kredit tersebut akan terus ditingkatkan karena LDR nya baru mencapai 47,3 %.   Dengan data diatas akan dikembangkan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah. Sehingga akan ditemukan korelasi yang dapat dijadikan masukan dalam melihat aspek-aspek yang perlu ditingkatkan oleh bank umum di Jawa Tengah.
1.2       Perumusan Masalah
            Berdasarkan hasil data di BI cabang Semarang   periode tahun 2002-2003 ada hal–hal yang yang dapat dijadikan masalah sehingga dapat  memberikan landasan rasional penyusunan kebijaksanaan bagi bank umum :
  1. Apakah tingkat giro, deposito, dan tabungan mempunyai pengaruh signifikan terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah.
  2. Apakah tingkat kecukupan modal mempunyai pengaruh signifikan terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah.
  3. Apakah penyaluran kredit kepada nasabah mempunyai mempunyai pengaruh signifikan terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah.
  4. Apakah jumlah kredit non lancar mempunyai pengaruh signifikan terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah.
1.3       Tujuan dan manfaat penelitian
1.3.1        Tujuan
    1. Menganalisis pengaruh tingkat giro, deposito, dan tabungan terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah
    2. Menganalisis pengaruh tingkat kecukupan modal terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah.
    3. Menganalisis pengaruh penyaluran kredit kepada nasabah terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah.
    4. Menganalisis pengaruh jumlah kredit non lancar terhadap LDR di bank umum wilayah Jawa Tengah
1.3.2    Manfaat Penelitian
  1. Memberikan masukan mengenai beberapa faktor yang berpengaruh terhadap LDR kepada pengambil kebijakan di bank umum
  2. Memberikan masukan bagi BI dalam kapasitasnya sebagai pengawas perbankan di Indonesia.
  3. Sebagai sumbangan pemikiran untuk menambah khazanah ilmu perbankan khususnya dalam kaitannya dengan LDR.
  
 BAB 11
TELAAH PUSTAKA DAN  HIPOTESIS
2.1.            Telaah Pustaka
2.1.1         Loan to Deposit Ratio  ( LDR )
Suatu lembaga keuangan dinyatakan liquid  apabila lembaga keuangan tersebut dapat memenuhi kewajiban hutang, dapat membayar kembali semua deposan serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Salah satu cara untuk mengetahui likuiditas lembaga keuangan adalah dengan melihat LDR. LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diperoleh oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian likuiditas bank dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
LDR                =                      Jumlah Kredit Yang Diberikan           X 100%
                                          Total Dana Pihak Ketiga + Modal Inti    

            Loan to deposit tersebut menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa penuh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit.
            Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar. Dalam tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan sebagai berikut :
  1. Untuk rasio LDR sebesar 110 % atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat
  2. Untuk rasio LDR dibawah 110 % diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat.
Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari loan to deposit ratio suatu bank adalah sekitar 80 %. Namun batas toleransi berkisar antara 85 % dan 100 %.    
Bank-bank di wilayah tertentu cenderung mempunyai LDR yang sama. Perbedaan antarbank merupakan indikator kegiatan perkreditan yang jauh lebih berarti daripada angka-angka rasio itu sendiri. Di Amerika Serikat, LDR rata-rata adalah sekitar 80 %. Namun demikian, rasio tersebut bervariasi dari lebih kurang 30 % di wilayah yang perekonomiannya sedang lesu hingga  100 % di wilayah lain dengan pusat kegiatan keuangan dan bank regional yang besar.  

2.1.2   Sumber-Sumber Penghimpunan Dana Bank

            Pada dasarnya suatu bank mempunyai tiga alternatif untuk menghimpun dana untuk kepentingan usahanya, yaitu:
A. Dana Sendiri
            Meski untuk suatu usaha bank, proporsi dana sendiri ini relatif kecil apabila dibandingkan dengan total dana yang dihimpun ataupun total aktivanya, namun dana  sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk kelangsungan usahanya. Begitu pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan  dari bank sentral yang mengatur tentang proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).  Proporsi ini lebih dikenal dengan Capital Adequacy Ratio atau CAR. Di  Indonesia dalam kondisi normal, Bl menetapkan CAR minimum sebesar 8 %, dan  secara gradual dítingkatkan hingga mencapai 12 %. Apabila CAR suatu bank terlalu rendah maka kemampuan bank tersebut untuk survive pada saat mengalami kerugian juga rendah. Modal sendiri akan dengan cepat habis untuk menutup kerugian, dan ketika kerugian telah melebihi modal sendiri maka kemampuan  bank tersebut untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat menjadi sangat diragukan. Kemampuan untuk mengembalikan dana simpanan masyarakat juga  menjadi diragukan. Penurunan kemampuan ini sangat mungkin untuk menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut, dan penurunan tingkat  kepercayaan terhadap suatu bank ini selanjutriya sangat membahayakan kelangsungan usaha bank itu. Seperti halnya badan usaha lain, perhimpunan dana sendiri  ini antara lain dapat berupa modal disetor, dana dari penjualan saham di bursa  efek, akumulasi laba ditahan, cadangan-cadangan, dan agio saham.
B. Dana dari deposan
Pada dasarnya sumber dana dari masyarakat dapat berupa giro (demand deposit),  tabungan (saving deposit), dan deposito berjangka (time deposit) yang berasal  dari nasabah perorangan atau badan usaha.
  1. Giro
Giro Rekening giro atau checking account adalah simpanan yang penarikannya dapat  dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau biIyet  giro untuk pemindahbukuan, sedangkan cek atau bilyet giro ini oleh pemiliknya dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Untuk itu, pemegang rekening giro  memperoleh buku cek dan bilyet giro. Karena sifat penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat tersebut, maka sumber dana dari rekeníng giro ini merupakan  sumber dana jangka pendek yang jumIahnya relatif lebih dinamis atau berfluktuasi  dari waktu ke waktu. Bagi nasabah pemegang rekening giro, sifat penarikan tersebut sangat membantu dalam membiayai kegiatan nasabah secara lebih efisien,  Nasabah dapat melakukan pembayaran sewaktu-waktu tanpa harus berisiko menggunakan uang tunai dalam jumlah besar, tanpa harus datang langsung ke bank, dan  tanpa harus menunggu tanggal jatuh tempo tertentu.
 Cek merupakan perintah tak bersyarat kepada bank untuk membayar sejum1ah uang tertentu pada saat penyerahannya atas beban rekening penarik cek. Cek dapat ditarik atau diterbitkan oleh pemegang rekening giro (giran) atas unjuk atau
atas nama dan tidak dapat dibatalkan oleh penarik kecuali cek tersebut dinyatakan hilang atau dicuri dengan bukti dari kepolisian. Jangka waktu pengunjukkan agar mendapatkan pembayaran dari bank atas cek tersebut adalah selama 70 hari sejak tanggal penarikannya.
            Bilyet giro pada dasarnya merupakan perintah kepada bank untuk memindah bukukan sejum1ah tertentu uang atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak yang tercantum dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh penarik disertai dengan alasan pembatalan.
            Jasa giro merupakan suatu imbalan yang diberikan oleh bank kepada giran atas sejum1ah saldo gironya yang mengendap di bank. Jasa giro ini relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka, karena memang seorang nasabah memegang rekening giro tujuannya bukan untuk rnemperoleh imbalan semacam bunga simpanan tersebut, melainkan untuk memperoleh berbagai fasilitas yang dimiliki oleh rekening giro. Fasilitas ini adalah adanya alat pembayaran yang efisien berupa cek dan bilyet giro serta penarikan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu. Oleh karena itu, giran umumnya adalah pengusaha atau pihak yang memiliki kegiatan yang membutuhkan alat pembayaran dalam bentuk cek dan bilyet giro. Apabila ditinjau dari sudut pandang bank, dana yang berasal dari giro ini merupakan dana murah, dalam pengertian bank harus memberikan jasa giro yang relatif lebih rendah dibandingkan bunga simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.
2. Deposito Berjangka.
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan antara deposan dan bank. Mengingat simpanan ini hanya dapat dicairkan pada saat jatuh temponya oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito sesuai tanggal jatuh temponya, maka deposito berjangka ini merupakan simpanan atas nama dan bukan atas untuk. Apabila deposan menghendaki agar deposito berjangkanya dapat diperpanjang secara otomatis, maka pihak bank dapat memberikan fasilitas ARO atau automatic roll over atas deposito berjangka tersebut. Bunga atas deposito berjangka ini dapat ditarik tunai setiap jangka waktu tertentu ataupun ditransfer ke suatu rekening deposan. Agar mudah, nasabah biasanya juga membuka rekening tabungan untuk menampung bunga atas deposito tersebut dan juga untuk menampung dana deposito yang telah jatuh tempo dan tidak diperpanjang lagi. Bank-bank tertentu juga memberikan fasilitas agar bunga deposito yang tidak ditarik oleh pemiliknya dapat ditambahkan dalam simpanan pokok deposito, sehingga nilai deposito berjangkanya bertambah besar. Pada dasarnya sebelum jatuh tempo simpanan ini tidak dapat ditarik, namun apabila pihak deposan tetap menginginkan penarikan sebelum jatuh tempo, maka biasanya bank mengenakan denda atau biaya administrasi atas penarikan tersebut. Kelebihan dana deposito ini bagi bank adalah bank mempunyai kepastian tentang kapan dana itu akan ditarik, sehingga pihak bank dapat mengantisípasi kapan harus menyediakan dana dalam jum1ah tertentu. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh simpanan dalam bentuk giro dan tabungan. Sebagai konsekuensi dari kelebihan tersebut, maka bank harus membayar dana ini dengan tingkat bunga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk yang lain. Dengan kata lain, simpanan dalam bentuk deposito berjangka tidak bisa disebut sebagai sumber penghimpunan dana bagi bank yang murah.
3. Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan buku tabungan, cash card atau kartu ATM, dan debet card. Persaingan ketat dalam penghimpunan dana melalui tabungan antar bank-bank telah banyak memunculkan cara-cara baru untuk menarik nasabah tabungan. Cara-cara tersebut antara lain: hadiah atas tabungan, fasilitas asuransi atas tabungan, fasilitas kartu ATM, dan fasilitas debet card. Ditinjau dari segi ke1uwesan penarikan dana, simpanan dalam bentuk tabungan ini berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Tabungan dapat ditarik dengan cara-cara dan dalam waktu yang relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan deposito berjangka, namun masih kalah fleksibel apabila dibandingkan dengan rekening giro. Sebagai konsekuensi, besarnya bunga yang diberikan atas saldo tabungan ini pun berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Ditinjau dari sísi bank, penghimpunan dana melalui tabungan termasuk lebih murah daripada deposito tapi lebih mahal dibandingkan giro.
2.1.3    Penghimpunan Dana Dari Masyarakat Yang Efektif
Kegiatan usaha utama bank adalah penghimpunan dan penyaluran dana. Penyaluran dana dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi maksud itu dipengaruhi antara lain oleh hal-hal berikut ini:
  1. Kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Gambaran sebuah bank secara umum di mata masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat, seperti pelayanan, keadaan keuangan, berita-berita di mass media tentang bank tersebut, laporan-laporan B1 tentang bank tersebut, pengalaman masyarakat berhubungan dengan bank tersebut, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat pada sebuah bank, semakin tinggi pula kemungkinan bank tersebut untuk menghimpun dana dari masyarakat secara efisien dan sesuai rencana penggunaan dananya.
  2. Perkiraan tingkat pendapatan yang akan diperoleh oleh penyimpan dana relatif terhadap pendapatan dari alternatif investasi lain dengan tingkat risiko yang seimbang. Semakin tinggi tingkat pendapatan yang diperkirakan oleh calon penyimpan dana ini, akan semakin mudah sebuah bank untuk menarik dana dari calon penyimpan dananya.
  3. Risiko penyimpanan dana. Apabila sebuah bank dapat memberikan tingkat kepastian yang tinggi atas dana masyarakat untuk dapat ditarik lagi sesuai waktu yang telah dijanjikan, maka masyarakat semakin bersedia untuk menempatkan dananya di bank tersebut.
  4. Pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpan dana. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai, diperhatikan, dan dihormati, sehingga merasa senang untuk terus bertransaksi keuangan dengan bank tersebut. Pelayanan ini bisa berupa pelayanan dari petugas bank dan pemberian fasilitas lain
2.1.4    Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
            Faktor permodalan memiliki bobot 25% dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka masalah kebutuhan modal minimum bank perlu dibahas lebih lanjut, di samping memang faktor modal bank merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka mengembangkan usaha serta menampung risiko kerugian yang diderita, bila memang bank harus menderita kerugian. Juga mengingat bahwa kegiatan perbankan di Indonesia akhir-akhir ini secara bertahap telah mengikuti globalisasi perbankan, maka masalah penyediaan modal minimum bank perlu disesuaikan dengan ukuran yang berlaku secara internasional, yaitu standar yang telah ditetapkan oleh Bank for International Settlements - atau biasa disingkat BIS - dengan salah satu pertimbangan agar perbankan Indonesia dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dalam perbankan intemasional.
            Semula ketentuan tentang kewajiban penyediaan modal minimun bank atau capital adequacy ratio (CAR) diatur dalam salah satu ketentuan dalam Paket 28 Februari 1991 (Paktri), yaitu SK Direksi Bl No. 23/67/KEP/DIR dan SEBI No. SE 23/1 1/BPPP. Namun, dalam perkembangannya selanjutnya ketentuan tersebut disempurnakan dengan ketentuan 29 Mei 1993 (Paket Mei 1993), yaitu. SK Direksi Bl No. 26/20/KEP/DIR dan SEBI No. 26/1/BPPP. Adapun penyempurnaan tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Ketentuan lama (Paktri 1991) berlaku baik untuk bank umum maupun BPR, sedangkan ketentuan baru (Paket Mei 1993) ketentuan untuk kedua jenis bank itu dibedakan. Untuk BPR ketentuannya lebih sederhana.
  2. Dalam komponen modal, laba tahun lalu di perhítungkan 50% dalam ketentuan lama, sedangkan dalam ketentuan baru diperhitungkan 100%.
  3. Penetapan bobot risiko penanaman dana, dalam ketentuan lama tagihan kepada BUMN diberi bobot 100%, dalam ketentuan baru diberi bobot 50%. Untuk fasilitas kredit yang belum digunakan dalam ketentuan lama diberi bobot 100%, dalam ketentuan baru diberi bobot 50% saja.
      Selain perbedaan atau penyempurnaan di atas, masih terdapat satu perbedaan lagi antara ketentuan lama, yaitu. bobot kewajiban penyediaan modal minimum bank (CAR) dalam penilaian tingkat kesehatan bank pada ketentuan lama diberi bobot 20%, sedangkan dalam ketentuan baru bobotnya dinaikkan menjadi 25%. Tujuan dari diperlonggarnya ketentuan tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank (CAR) tersebut adalah agar persentase CAR perbankan akan lebih meningkat, sehingga dapat memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi bank-bank untuk meningkatkan pemberian kreditnya, di samping untuk menyesuaikan dengan UU Perbankan tahun 1992.
Menurut standar BIS, setiap negara dapat melakukan penyesuaian dalam penerapan prinsip perhitungan permodalan dengan memperhatikan kondisi perbankan setempat. Karena itu, seperti penerapan di negara-negara lain, dalam penerapan perhitungan modal di Indonesia, terdapat beberapa penyesuaian dengan usaha yang telah dilakukan oleh dunia perbankan di Indonesia dewasa ini. Namun, secara umum prinsip-prinsip yang ditetapkan BIS tetap diterapkan. Sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut BIS, kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank didasarkan pada risiko aktiva dalam arti luas, baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada kewajíban yang masih bersifat kontinjen atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. Seperti diketahui, risiko terhadap aktiva dalam arti luas dapat timbul baik dalam bentuk risiko kredit maupun risiko yang terjadi karena fluktuasi harga surat-surat berharga, dan tingkat bunga serta nilai tukar valuta asing. Secara teknis, kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap ATMR, sedangkan pengertian modal meliputi modal inti dan modal pelengkap.
2.1.5    Modal Bank
Berdasarkan ketentuan BI tentang pengertian modal, maka modal bank terdiri dari:
1. Modal inti
2. Modal pelengkap
Modal inti
Modal inti terdiri dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak.
  1. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Bagi bank yang berbentuk hukum koperasi. Modal disetor terdiri atas simpanan pokok, simpanan wajib, dan modal penyertaan sebagaimana diatur dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasían.
  2. Agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
  3. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual, apabila saham tersebut dijual. Modal dari pihak luar yang berbadan hukum koperasi yang diterima oleh bank juga termasuk dalam pengertian modal sumbangan.
  4. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing bank.
  5. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.
  6. Laba yang ditahan (retained earnings), yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi  pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan.
  7.  Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah dikurangi pajak, dan belum ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagal modal inti hanya sebesar 50%. Dalam hal bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun lalu, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti.
  8.  Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Dalam hal pada tahun berjalan bank mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti.
Modal Pelengkap
Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, modal pinjaman, serta pinjaman subordinasi.
  1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali. Aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak.
  2.  Penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap adalah maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR.
  3.  Modal pinjaman (sebelumnya disebut modal kuasi), yaitu hutang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal atau hutang dan mempunyai ciri-ciri:
    1. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal (surbodinated) dan telah dibayar penuh.
    2. Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI.
    3.  Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jum1ah kerugian bank melebihi retained earnings dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi.
    4.  Pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.
2.1.6    Manajemen Kredit
      Utang atau kredit adalah suatu istilah yang menyatakan bahwa seseorang atau badan akan membayar kembali dikemudian hari atas uang atau barang yang diterimanya dari pihak lain. Pihak yang menerima uang/barang, berjanji (dan terikat dengan janji itu) akan mengembalikan atau membayar kembali di kemudian hari disebut pihak yang berutang. Sebaliknya pihak yang menyerahkan uang atau barang dan bersedia menerima pembayaran atau pengembalian uang di kemudian hari disebut pihak yang memberi utang. Seringkali pihak yang berutang disebut debitur dan pihak yang memberi utang disebut kreditur (creditor). Pihak debitur haruslah pihak yang dapat dipercaya dan untuk itu dia dituntut memiliki “4C’s of credit”, yaitu: character, capacity, capital, collateral. C yang pertama menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang memiliki moral yang tinggi. Artinya ia senantiasa menepati janji dan karenanya dapat dipercaya. C yang kedua menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang mempunyai kemampuan membayar. Kemampuan ini dimiliki karena ia mempunyai usaha yang cukup menguntungkan dan mempunyai peluang berkembang di masa depan. C yang ketiga menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang memiliki modal sendiri di dalam menjalankan usahanya. Ini berarti bahwa utang yang akan diterima merupakan tambahan atas modal sebagai penunjang, sedangkan modal sendiri merupakan sumber pembiayaan utama dalam operasi perusahaan. C yang keempat menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang menyerahkan atau menitipkan sesuatu kepada pemberi utang sebagai jaminan. Apabila di kemudian hari pihak penerima utang tidak sanggup membayar utangnya, maka barang jaminan ini dapat diuangkan oleh pihak pemberi utang agar utangnya dapat diperoleh kembali.

2.1.7    Penyaluran Kredit dan Peranan Bank

            “4C’s of credit” ini merupakan suatu kesatuan yang haruslah dimiliki oleh calon penerima utang secara utuh. Untuk itu pihak pemberi utang (kredit) dituntut untuk melakukan penilaian dan investigasi (investigation) secara cermat agar ia dapat memperoleh kepercayaan yang teguh sebelum kredit diberikan. Apabila penilaian dan investigasi telah dilakukan dengan cermat dan ternyata calon penerima kredit memiliki semua syarat dari “4C’s of credit”, maka utang (kredit) dapat diberikan. Dalam hal pemberian kredit (utang) yang didasarkan atas hasil penilaian dan investigasi secara cermat, dapatlah disebut bahwa penerima kredit merupakan pihak yang telah mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi kredit; dan jadilah ia sebagai orang yang dipercaya. Dalam batas-batas inilah pernyataan Marzuki Usman benar bahwa “orang yang banyak utang adalah orang yang terpercaya”. Namun, apakah benar kalau semua orang yang berutang itu adalah orang-orang yang terpercaya?.
Investigasi dan penilaian atas “4C’s of credit”  dari seorang calon penerima kredit bukanlah pekerjaan mudah apabila hendak dilakukan secara cermat dan hati-hati, terutama yang berkaitan dengan charakter dan kemampuan pengembalian ( repayment capacity ). Karakter seseorang tidak kasat mata. Sementara itu pihak yang akan memberi kredit (calon kreditur) tidak mempunyai cukup waktu untuk mengamati dari dekat karakter dari calon penerima kredit. Jalan pintas yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ini adalah referensi (reference) pihak ketiga yang telah terlebih dahulu berpengalaman memberikan kredit kepada yang bersangkutan; atau referensi pihak ketiga yang dipercaya oleh calon kreditur. Repayment Capacity berkaitan dengan kemampuan membayar kembali kredit yang akan diterima. Cara mudah untuk melakukan penilaian atas capacity adalah dengan menganalisis Neraca (balance sheet) dan Laporan Rugi/Laba perusahaan selama lima atau tiga tahun terahir serta cash flow.  Sementara itu capacity yang sesungguhnya di masa depan tetap merupakan teka-teki dan berada dalam ketidak pastian.
Penilaian capital relatif lebih mudah dibandingkan dengan tiga C lainnya. Collateral berupa barang tidak bergerak atau lainnya memerlukan taksiran nilai atas collateral tersebut di masa depan. Hal ini tidak dapat dilakukan semua orang, melainkan orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus. Setelah nilai collateral diketahui barulah kredit diberikan dalam jumlah yang lebih kecil dari nilai collateral.
2.1.8    Non Performing Loan ( NPL ) / Kredit Bermasalah
Semakin banyak dana/uang terkumpul dari masyarakat pada suatu bank, maka bank tersebut mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menyalurkan kembali kepada masyarakat dana tersebut. Adapun bentuk penyaluran kembali dana tersebut sering kita kenal dengan nama pemberian kredit. Adapun secara garis besar pemberian kredit dibagi atas :
  • Kredit Jangka Pendek
Kredit yang berjangka waktu pelunasan 1 (satu) tahun. ada umumnya disalurkan oleh Bank pada sektor-sektor perdagangan, eksport-impor, distribusi, perusahaan jasa dan sektor-sektor usaha yang sejenisnya.
  • Kredit Jangka Menengah
Kredit yang berjangka waktu pelunasan 1 - 3 tahun. Biasanya kredit ini disalurkan untuk memberi kredit para pengusaha yang bergerak pada sektor pertanian, pertambangan, perindustrian, dan perusahaan lain yang sejenisnya.
  • Kredit Jangka Panjang
Kredit berjangka waktu pelunasan lebih dari 3 tahun. Kredit ini biasanya disalurkan untuk sektor investasi baik perusahaan asing maupun perusahaan nasional.
Setiap bank pasti mempunyai kredit bermasalah  (Non Performing Loan /NPL), namun jumlahnya harus ditekan serendah mungkin. NPL yang tinggi akan menurunkan kesehatan bank, karena :
1.      NPL merupakan aktiva yang tidak produktif yang dapat menurunkan perputaran dana bank, sehingga memperkecil kesempatan bank memperoleh pendapatan. Dengan kata lain, NPL menurunkan profitabilitas bank. NPL menurunkan Return On Asset Ratio ( ROA ), yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat kesejahteraan pemegang saham.
2.      NPL  memaksa bank membentuk sejumlah cadangan ( PPAP ) guna menjaga likuiditas dan solvabilitas bank untuk melindungi deposan. Semakin besar NPL semakin besar pula cadangan yang hatus dibentuk, yang berarti semakin besar opportunity cost yang harus ditanggung oleh bank.
Kualitas kredit yang diberikan oleh bank dapat dilihat dengan menggunakan Bad Debt Ratio ( BDR ) dan rasio NPL. BDR dan rasio NPL dirumuskan sebagai berikut :
 
BDR                                =    Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan
                                     Total  Aktiva Produktif

Rasio NPL ( Gross )  =           Jumlah Kredit Bermasalah
                                                         Jumlah kredit

Rasio NPL ( Netto )   =  ( Jumlah Kredit  Bermasalah ) – PPAP
                                                                  Jumlah kredit
Beberapa  faktor yang menyebabkan terjadinya NPL adalah :
  1. Faktor internal, antara lain meliputi analisis kredit yang dilakukan tidak sempurna, penyaluran kredit yang terlampau agresif dan monitoring kredit yang lemah.
  2. Gangguan pada debitur, diantaranya adalah hilangnya penghasilan debitur karena sakit, PHK, meninggal dan sebab-sebab lain atau salh urus perusahaan, kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam dunia bisnis serta adanya iktikad tidak baik dari debitur.
no
Klasikasi Kredit
Kriteria
1
Lancar
Angsuran pokok dan bunga lancar, mutasi rekening aktif dan tersedia agunan tunai yang cukup
2
Dengan Perhatian Khusus
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga kurang dari 90 hari, mutasi rekening relatif aktif dan didukung pinjaman baru
3
Diragukan
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga antara 90-180 hari, mutasi rekening relatif tidak aktif dan ada indikasi masalah keuangan
4
Diragukan
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga antara 90-270 hari, terdapat cerukan permanen dan terjadi kapitalisasi bunga
5
Macet
Terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga lebih dari 270 hari, terdapat cerukan permanen dan kerugian yang terjadi ditutup dengan pinjaman baru
  1. Faktor internal, diantaranya adalah memburuknya kinerja ekonomi suatu negara, kebijakan pemerintah yang kontra produktif bencana alam dan lain-lain.

2.1.9    Permohonan Kredit
Permohonan kredit diajukan secara tertulis dengan mengisi surat permohonan yang telah disediakan oleh bank, sehingga ada tahap masing-masing pihak saling berkenalan, untuk memberikan dan menerima informasi yang masing-masing pihak perlukan. Permohonan tertulis tersebut dilengkapi data meliputi :
1. Jumlah kredit yang diinginkan
2. Tujuan penggunaannya
3. Barang jaminan yang diajukan termasuk fotocopy bukti pemilikannya
4. Fotocopy KTP atau identitas lainnya yang masih berlaku
5. Struk gaji bulan terakhir

2.1.10  Pengumpulan Data dan Peninjauan Jaminan
Permohonan kredit yang sementara dinilai layak ditindaklanjuti dengan pengumpulan data dan peninjauan jaminan, sehingga account officer dapat lebih mengenal calon debitur dengan lebih baik. Jenis data yang dikumpulkan sesuai dengan jenis bidang usaha pemohon kredit yang sedang dianalisa, misalnya calon debitur seorang pengusaha, data yang dikumpulkan antara lain :
1. Identitas calon debitur
2. Melihat fisik jaminan yang akan diagunkan
3. Lokasi usaha, jenis usaha dan lamanya usaha
4. Penaksiran jumlah modal berjalan dengan melihat stok barang yang ada
5. Bagaimana tingkat persaingan usaha di sekelilingnya
6. Biaya operasional usaha setiap hari ditambah biaya rutin keluarga
7. Data keuangan meliputi omzet per hari, prosentase rata-rata keuntungan yang    didapat serta fotokopi rekening koran dan tabungan.
8. Jumlah karyawan.
2.2       Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian yang berkaitan dengan penyaluran kredit pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, antara lain :
  1. Rahmat Maulana, dengan judul “ Analisis Penyaluran Kredit Pada Bank Pemerintah Dan Bank Swasta Di Jawa Timur “.  Penelitian ini dilakukan selama periode 1989 sampai dengan tahun 1994. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata distribusi penyaluran kredit menurut sektor ekonomi. Pada bank pemerintah dan bank swasta di Jawa Timur dengan probabilitas kesalahan kurang dari 1 %. Selain itu disimpulkan pula bahwa kemampuan penyerapan dana pihak ketiga bank-bank swasta lebih besar dibandingkan dengan bank-bank pemerintah namun dalam produktivitasnya lebih besar bank pemerintah dibandingkan bank swasta. Distribusi posisi pinjaman bank-bank pemerintah lebih besar dibandingkan dengan bank swasta di Jawa Timur. Distribusi posisi pinjaman bank-bank pemerintah maupun bank swasta tidak merata.
  2. Sri Marwati dengan judul “ Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pemberian kredit pada PT. BPR Weleri Jaya Persada Kendal “. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah lama cenderung lebih besar bila dibandingkan dengan nasabah baru dan keputusan besarnya jumlah kredit lebih banyak dipengaruhi oleh besarnya kredit yang diminta dibandingkan kemampuan dan nilai jaminannya.
  3. Iswarno Sardjono Permono dan B. Secindatmo ( 1993 ) dalam penelitian “ Trauma Kredit Macet Hantui Perbankan “ pada salah satu bank di Jakarta. Ada tiga variabel yang ditetapkan , tingkat suku bunga, angka kolektibilitas, dan cashflow debitur. Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data time series triwulan dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1990. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat suku bunga rata-rata yang berpengaruh positif terhadap jumlah kredit macet, sedangkan angka kolektibilitas kredit dan cashflow berpengaruh negatif
  4. Penelitian Lown dan Staurus Peristian ( 1996 ) yang berjudul “ The Behaviour of Consumer Loan Rate During 1990 Credit Slow Down “ yang terjadi pada bank komersial di Amerika Serikat. Dalam penelitian ini mencoba dikaji hubungan suku bunga selama masa kredit macet dengan besar kecilnya bank. Dalam penelitian ini, menggunakan variabel sebagai berikut : pinjaman pribadi dan kredit mobil yang diduga sebgai penyebab lambatnya kredit pada tahun 1990. Dari populasi 200 bank komersial di Amerika dengan menggunakan metode Stratified Sampling didapat 15 bank sebagai sampel.
  5. Penelitian Surono Kusumo ( 1996 ) berjudul “ Analisis Kredit Macet Pada BPR PT. Bank Pasar Kinibalu Semarang “. Ada dua variabel yang ditetapkan yaitu tingkat suku bunga rata-rata pinjaman riil dan kolektibilitas kredit. Dengan menggunakan alat analisis regresi lancar berganda ditemukan bahwa tingkat bunga rata-rata riil berpengaruh positif terhadap kredit macet dan kolektibilitas kredit berpengaruh negatif terhadap kredit macet.
2.3       Hipotesis
  1. Variabel Giro, deposito dan tabungan berpengaruh signifikan terhadapLDR di bank umum wilayah Jawa Tengah
  2. Variabel Tingkat kecukupan modal berpengaruh signifikan terhadapLDR di bank umum wilayah Jawa Tengah
  3. Tingkat penyaluran kredit berpengaruh signifikan terhadapLDR di bank umum wilayah Jawa Tengah
  4. Variabel kredit bermasalah kredit berpengaruh signifikan terhadapLDR di bank umum wilayah Jawa Tengah

2.5       Definisi Operasional Variabel
      Untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti maka akan diterangkan definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini :
  1. Jumlah penyaluran kredit adalah jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum Wilayah Jawa tengah meliputi semua jenis kredit yaitu modal kerja, investasi dan konsumsi yang tercatat pada akhir periode bulanan yang dinyatakan dalam jutaan rupiah.
  2. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu indikator kemampuan perbankan dalam membayar semua dana masyarakat dan modal sendiri dengan mengandalkan kredit yang telah didistribusikan ke masyarakat. LDR dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara total loan dengan total deposit (Total Loan dibagi Total Deposit).
  3. Tingkat kecukupan modal BPR ( CAR ) adalah perbandingan antara jumlah modal bank umum Wilayah Jawa tengah dengan aktiva Tertimbang Menurut Resiko ( ATMR ) yang berlaku pada secara rata-rata yang tercatat pada periode bulanan yang dinyatakan dalam prosentase.
  4. Jumlah simpanan adalah jumlah simpanan masyarakat yang ada pada bank umum Wilayah Jawa tengah yang meliputi giro,tabungan dan deposito berjangka yang tercatat pada akhir periode bulanan yang dinyatakan dalam jutaan rupiah.
  5. Jumlah kredit non lancar adalah jumlah kredit yang telah tergolong kurang lancat, diragukan dan macet yang tercatat pada akhir periode bulanan yang dinyatakan dalam jutaan rupiah.

 BAB 111
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka diperlukan data-data yang relevan dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data sekunder. Yang akan digunakan dalam analisis ini adalah laporan bulanan bank umum di wilayah Jawa Tengah mulai tahun 2002 sampai 2003.
  1. Data laporan keuangan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
  2. Data laporan Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah yang diterbitkan secara bulanan oleh kantor BI Semarang
  3. Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan III tahun 1003.
3.2.            Populasi dan sample
Pada penelitian ini, populasinya adalah penelitian yang ada antara 2002-2003. Ukuran sample ditentukan dengan rumus dibawah ini
N= 2
Dimana :
Z          = tingkat distribusi normal pada taraf signifikansi 5% = 1,9
n          = jumlah sample
Moe   = margin of error maximum yaitu tingkat kesalahan maksimal pengambilan  sample yang masih dapat digunakan.
3.3.            Metode Pengumpulan data
Setelah membaca literatur yang berkaitan dengan penelitian terdahulu dan tinjauan pustaka serta literatur lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pengujian hipotesis dan model analisis, langkah selanjutnya adalah mencari data sekunder berupa data yang berkaitan dengan jumlah kredit yang disalurkan, jumlah modal bank, aktiva tertimbang menurut resiko, jumlah simpanan pihak ketiga dan jumlah kredit non lancar yang tentunya  masih merupakan data mentah yang perlu diolah dn diklasifikasi sesuai kebutuhan.
3.4.            Teknik Analisis
Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan interpretasi yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial tertentu. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti.
3.5.Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian terhadap gejala penyimpangan asumsi klasik. Asumsi model linear klasik meliputi :
3.5.1. Uji Normalitas
            Uji ini bertujuan menguji salah satu asumsi dasar analisis regresi berganda yaitu variabel independen dan dependen harus berdistribusi normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah data-data yang dikumpulkan berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan metode grafik. Metode grafik yang handal untuk menguji normalitas data adalah dengan melihat normal probability plot sehingga hampir semua aplikasi komputer statistik menggunakan fasilitas ini.
3.5.2        Uji Linearitas
Uji ini dimaksudkan untuk menguji asumsi linearitas dalam model regresi linear berganda. Selain itu uji linearitas dimaksudkan untuk melihat apakah spesifikasi model sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Pada dasarnya analisis regresi berbasis prosedur linearitas. Jika non linearitas muncul maka sebaiknya data ditransformasi ke dalam bentuk misalnya eksponensial.
Dalam model regresi berganda, pedoman umum ( rule of thumb ) untuk melakukan uji linearitas adalah membandingkan nilai standar deviasi variable dependen dengan standar deviasi residual. Jika nilai standar deviasi variable dependen lebih besar dari standar deviasi residual maka asumsi linearitas dipenuhi.
3.5.3.      Uji Multikolinieritas
Uji ini bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan yang sempurna atau sangat tinggi antar variabel independen dalam model regresi. Konsekwensi dari adanya hubungan korelasi  yang sempurna atau sangat tinggi antar variabel independen adalah koefisien regresi dan standar deviasi variabel independen menjadi sensitive terhadap perubahan data serta tidak memungkinkan untuk mengisolir pengaruh individual variable independen. Pengujian terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan :
    1. Koefisien Determinasi (    R)
Salah satu tanda munculnya multikolinearitas, R2 sangat tinggi dan banyak koefisien regresi yang memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap variable tak bebas secara statistik.
    1. Nilai Variance Inflation Faktor ( VIF ) dan tolerance
Kedua ukuran ini menunjukkan variable bebas mana saja yang bisa dijelaskan oleh variable bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variable bebas terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variable bebas lainnya. Bila nilai tolerance diatas 0,1 maka dikatakan tidak terjadi kolinearitas yang berarti.
    1. Indikator matrik korelasi antar variable independen ( zero order correlation matrix  ). Jika antar variable bebas ( independen ) ada korelasi yang tinggi ( umumnya diatas 0,90 ) maka hal ini indikasi adanya multikolinearitas.
3.6.            Pengujian Hipotesis
Hipotesis 1,2 dan 3 dan 4 yang diajukan dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan uji t. Uji t dimaksudkan untuk melihat apakah secara individual, variabel bebas ( independen ) memiliki pengaruh yang bermakna atau nyata terhadap variabel-variabel terikat ( dependen ) dengan asumsi variable lainnya konstan.      


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar