Jumat, 06 Januari 2012


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No.7 Tahun 1992, bank dapat digolongkan dalam berbagai jenis kegiatan usahanya, seperti bank tabungan, bank pembangunan, dan bank ekspor-impor. Setelah UU tersebut berlaku, jenis bank yang diakui secara resmi hanya terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Apabilahingga saat ini masih terdapat bank dengan nama depan bank pembangunan atau bank tabungan dan lain-lain, maka istilah tersebut hanyalah sekedar nama saja dan bukan menunjukkan sebagai kelompok bank tertentu.
Dijelaskan lebih lanjut dalam Ayat 2 Pasal 5 UU No.7 Tahun 1992 bahwa Bank Umum dapat mengkhususkan diri untukmelaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu sehingga meskipun jenisnya dibatasi hanya bank umum dan BPR, bank umum dapat saja berspesialisasi pada bidangataupun jenis kegiatan tertentu tanpa harus menjadi suatu kelompok tertentu. Penyederhanaan jenis bank ini diharapkan dapat memudahkan bank dalam memilih kegiatan-kegiatan perbankan yang paling sesuai dengan karakter masingmasing bank tanpa harus direpotkan dengan perizinan tambahan.
           Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan oleh Undang‑Undang No.10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu‑lintas pembayaran. Kegiatan‑kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat secara lengkap adalah:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b.  Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah    sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d.  Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito     berjangka atau tabungan pada bank lain.
Di samping kegiatan‑kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh BPR di atas, terdapat juga kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan  bagi BPR sebagai berikut :
  1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
  2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
  3. Melakukan penyertaan modal
  4. Melakukan usaha perasuransian
  5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud diatas.   
Untuk pengembangan selanjutnya, diperlukan suatu pola pengembangan dengan melibatkan antar instansi terkait terutama dalam pemasaran dan permodalannya. Untuk itu, kondisi permintaan dan penawaran kredit usaha kecil ( UK ) perlu diketahui. Kondisi dan permasalahan UK dikenali melalui penelitian "Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) di BPR sekabupaten Kendal”
Rendahnya LDR-BPR dibalik penempatan dan penanaman dana yang dilakukannya berdampak pada tertundanya rencana ekspansi usaha bagi BPR. Rendahnya LDR-BPR karena BPR mempertimbangkan risiko kredit sehingga berdampak pula pada rendahnya rentabilitas BPR sekalipun likuiditasnya pada posisi aman dan kecilnya kemampuan BPR dalam membentuk cadangan dan pemupukan modal yang akhirya perkembangan BPR menjadi lambat. Penempatan itu sebagai pengendali inflasi tetapi dana masyarakat di BPR tetap tidak produktif dan menyalurkan dananya pada usaha besar di luar sektor perbankan milik bank bersangkutan. Pengoptimalan dana bank dengan cara terakhir ini berdampak pada munculnya usaha-usaha baru diluar sektor perbankan yang dimiliki oleh bank-bank sehingga BPR yang ada menghadapi saingan baru, atau pertumbuhan BPR menjadi terhambat.
Dari sisi permintaan kredit atau masyarakat, rendahnya LDR-BPR karena rendahnya permohonan kredit sebagai akibat kurangnya informasi tentang prospek atau peluang usaha yang didapat oleh UK dari bank atau dari pihak lain, sehingga perkembangan UK menjadi lambat. Dengan rendahnya LDR-BPR sebagai akibat realisasi kredit untuk UK yang selalu dibawah kebutuhan, UK menyimpulkan bahwa BPR memperlakukan mereka tidak adil dibanding dengan usaha besar. Dengan perlakuan ini, UK kurang berminat dalam mengajukan permohonan kredit pada BPR.
1.2       Perumusan Masalah
            Berdasarkan hasil pengamatan di 10 BPR Kendal periode tahun 2003-2004 ada hal –hal yang yang dapat dijadikan masalah sehingga dapat  memberikan landasan rasional penyusunan kebijaksanaan pengembangan usaha kecil diantaranya :
a. Mengkaji faktor-faktor penghambat  peningkatan LDR BPR di Kabupaten Kendal
b. Mengkaji dampak rendahnya LDR  BPR terhadap pemberian kredit UK
c. Mengkaji kemungkinan adanya produk kredit yang sesuai bagi UK dalam rangka mengatasi cash-flow pelaku UK pada jaringan atau siklus usahanya.

Tujuan dan manfaat penelitian

a.   Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi  peningkatan LDR BPR  di Kapubaten Kendal
b.   Mengetahui kesehatan BPR di Kapubaten Kendal dengan menganalisa variabel-variabel  LDR yang mempengaruhinya.










 






 








 
BAB 11
TELAAH PUSTAKA DAN  HIPOTESIS
2.1.      Manajemen Kredit
      Utang atau kredit adalah suatu istilah yang menyatakan bahwa seseorang atau badan akan membayar kembali dikemudian hari atas uang atau barang yang diterimanya dari pihak lain. Pihak yang menerima uang/barang, berjanji (dan terikat dengan janji itu) akan mengembalikan atau membayar kembali di kemudian hari disebut pihak yang berutang. Sebaliknya pihak yang menyerahkan uang atau barang dan bersedia menerima pembayaran atau pengembalian uang di kemudian hari disebut pihak yang memberi utang. Seringkali pihak yang berutang disebut debitur dan pihak yang memberi utang disebut kreditur (creditor). Pihak debitur haruslah pihak yang dapat dipercaya dan untuk itu dia dituntut memiliki “4C’s of credit”, yaitu: character, capacity, capital, collateral. C yang pertama menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang memiliki moral yang tinggi. Artinya ia senantiasa menepati janji dan karenanya dapat dipercaya. C yang kedua menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang mempunyai kemampuan membayar. Kemampuan ini dimiliki karena ia mempunyai usaha yang cukup menguntungkan dan mempunyai peluang berkembang di masa depan. C yang ketiga menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang memiliki modal sendiri di dalam menjalankan usahanya. Ini berarti bahwa utang yang akan diterima merupakan tambahan atas modal sebagai penunjang, sedangkan modal sendiri merupakan sumber pembiayaan utama dalam operasi perusahaan. C yang keempat menyatakan bahwa pihak yang akan menerima utang menyerahkan atau menitipkan sesuatu kepada pemberi utang sebagai jaminan. Apabila di kemudian hari pihak penerima utang tidak sanggup membayar utangnya, maka barang jaminan ini dapat diuangkan oleh pihak pemberi utang agar utangnya dapat diperoleh kembali.

2.2        Repayment Capacity Kredit dan Peranan Bank

            “4C’s of credit” ini merupakan suatu kesatuan yang haruslah dimiliki oleh calon penerima utang secara utuh. Untuk itu pihak pemberi utang (kredit) dituntut untuk melakukan penilaian dan investigasi (investigation) secara cermat agar ia dapat memperoleh kepercayaan yang teguh sebelum kredit diberikan. Apabila penilaian dan investigasi telah dilakukan dengan cermat dan ternyata calon penerima kredit memiliki semua syarat dari “4C’s of credit”, maka utang (kredit) dapat diberikan. Dalam hal pemberian kredit (utang) yang didasarkan atas hasil penilaian dan investigasi secara cermat, dapatlah disebut bahwa penerima kredit merupakan pihak yang telah mendapatkan kepercayaan dari pihak pemberi kredit; dan jadilah ia sebagai orang yang dipercaya. Dalam batas-batas inilah pernyataan Marzuki Usman benar bahwa “orang yang banyak utang adalah orang yang terpercaya”. Namun, apakah benar kalau semua orang yang berutang itu adalah orang-orang yang terpercaya?.
Investigasi dan penilaian atas “4C’s of credit”  dari seorang calon penerima kredit bukanlah pekerjaan mudah apabila hendak dilakukan secara cermat dan hati-hati, terutama yang berkaitan dengan charakter dan kemampuan pengembalian ( repayment capacity ). Karakter seseorang tidak kasat mata. Sementara itu pihak yang akan memberi kredit (calon kreditur) tidak mempunyai cukup waktu untuk mengamati dari dekat karakter dari calon penerima kredit. Jalan pintas yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ini adalah referensi (reference) pihak ketiga yang telah terlebih dahulu berpengalaman memberikan kredit kepada yang bersangkutan; atau referensi pihak ketiga yang dipercaya oleh calon kreditur. Repayment Capacity berkaitan dengan kemampuan membayar kembali kredit yang akan diterima. Cara mudah untuk melakukan penilaian atas capacity adalah dengan menganalisis Neraca (balance sheet) dan Laporan Rugi/Laba perusahaan selama lima atau tiga tahun terahir serta cash flow.  Sementara itu capacity yang sesungguhnya di masa depan tetap merupakan teka-teki dan berada dalam ketidak pastian.
Penilaian capital relatif lebih mudah dibandingkan dengan tiga C lainnya. Collateral berupa barang tidak bergerak atau lainnya memerlukan taksiran nilai atas collateral tersebut di masa depan. Hal ini tidak dapat dilakukan semua orang, melainkan orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus. Setelah nilai collateral diketahui barulah kredit diberikan dalam jumlah yang lebih kecil dari nilai collateral.

Dalam perekonomian modern bank memainkan peranan penting dalam memobilisasi dana masyarakat kemudian meminjamkan kepada dunia usaha untuk membiayai kegiatan produksi, baik yang sedang berjalan maupun yang akan berjalan. Fungsi mediator dunia perbankan ini haruslah terpelihara dengan baik agar perekonomian suatu negara atau suatu kawasan dapat tumbuh dan berkembang pada tigkat yang lebih maju. Bila tidak, maka perkonomian negara tersebut akan mengalami kemunduran, dan pada gilirannya akan mengganggu kestabilan sektor lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi mediator ini bank-bank haruslah menjaga keseimbangan di antara tiga kepentingan secara dinamis, yakni kepentingan masyarakat sebagai pemilik dana, kepentingan pengusaha sebagai pengguna dana, dan kepentingan perbankan sendiri sebagai mediator. Dari sudut pandang ekonomi masyarakat pemilik dana menyimpan uangnya di bank dengan maksud memperoleh bunga. Namun tujuan memperoleh bunga bukanlah satu-satunya tujuan. Di balik itu ada tujuan lain yang mungkin lebih esensial, yaitu uangnya tersimpan aman dan dapat ditarik kembali sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Bank dalam perkembangannya merupakan suatu lembaga ekonomi yang profit oriented. Uang yang disimpan masyarakat (nasabah) oleh bank dipinjamkan kepada pihak ketiga (perusahaan dan masyarakat) dengan mengenakan bunga yang lebih tinggi dari yang dibayarkannya kepada para penyimpan (nasabah). Marjin bunga yang diperoleh bank merupakan penerimaan (revenue), yang setelah dipotong seluruh biaya operasi, akan diperoleh profit. Operasi perbankan ini dimungkinkan karena beberapa alasan, antara lain: (1) uang yang disimpan para nasabah di suatu bank tertentu tidak diambil sekaligus dan serempak pada suatu waktu, sehingga bank memegang (menguasai sementara) uang cukup banyak; (2) Bank berkewajiban membayar bunga kepada para nasabah; (3) Pihak ketiga, dalam hal ini perusahaan, memerlukan dana tambahan untuk ekspansi usaha.
Dalam ekonomi modern, bank dan lembaga keuangan lainnya mempunyai peranan yang amat penting dalam proses transfer dana yang diperlukan oleh unit-unit produksi dalam sektor-sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan pesat untuk ekspansi. Secara umum, fungsi bank adalah:
1. Fungsi mobilisasi, yaitu: menghimpun dana kecil-kecil dan tersebar dan   menyalurkannya ke dalam investasi yang lebih besar
      2. Fungsi likuditas, yaitu: mempunyai kemampuan untuk memelihara likuiditas alat-alat finansial dan menjamin agar alat-alat tersebut dapat dicairkan menjadi uang tunai. Pencairan dana dapat dicairkan dengan segera tanpa menunggu alat-alat tersebut jatuh tempo.
      3. Fungsi penyatuan maturity, yaitu: mampu menyediakan dana setiap saat, tanpa terikat pada jatuh temponya portofolio alat-alat finansial.
Dalam melaksanakan fungsi menyalurkan dana kepada unit-unit produksi, selayaknya bank bersikap hati-hati, dengan memegang pinsip “4C’s of credit”. Namun di dalam melaksanakan prinsip “4C’s of credit” terdapat trade-off dengan kelancaran penyaluran dana. Bila bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip perbankan dan melaksanakan secara konsisten prinsip “4C’s of credit” maka akan tidak terjadi kredit macet dan posisi bank pun akan menjadi aman. Namun, apabila bank memegang prinsip “4C’s of credit” secara teguh dan menerapkannya secara ketat, maka penyaluran kredit akan mengalami hambatan, tidak lancar, yang pada gilirannya dunia usaha tidak akan terdorong untuk mengembangkan usahanya. Namun, apabila “4C’s of credit” dilonggarkan atau  diabaikan maka ancaman kredit macet akan menganga dan siap menerkam sewaktu-waktu. Bila terjadi kredit macet pada suatu bank, maka peluang operasi bank tersebut akan menyempit, dan jika tidak segera diatasi akan terancam likuidasi.
Dalam kaitan ini diperlukan suatu kearifan, kecerdasan, dan kecermatan para pengelola perbankan. Jika tidak, maka tidak akan tersedia alternatif yang terbaik bagi kelancaran penyaluran kredit dan trade-off yang disebutkan di atas akan benar-benar terjadi.

Sumber-Sumber Penghimpunan Dana


Pada dasarnya suatu bank mempunyaí tíga alternatif untuk menghimpun dana
untuk kepentingan usahanya, yaitu:
A. Dana Sendiri
Meski untuk suatu usaha bank proporsí dana sendiri ini relatif kecil apabila diban  dingkan dengan total dana yang díhímpun ataupun total aktivanya, namun dana  sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk kelangsungan usahanya. Begitu pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan  dari bank sentral yang mengatur tentang proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).  Proporsi ini lebih dikenal dengan Capital Adequacy Ratio atau CAR. Di  Indonesia datam kondisi normal, Bl menetapkan CAR mínímum sebesar 8%, dan  secara gradual dítingkatkan hingga mencapai 12%. Apabila CAR suatu bank terlalu rendah maka kemampuan bank tersebut untuk survive pada saat mengalami  kerugian juga rendah. Modal sendiri akan dengan cepat habis untuk menutup  kerugian, dan ketika kerugian telah melebihi modal sendiri maka kemampuan  bank tersebut untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat menjadi sangat  diragukan. Kemampuan untuk mengembalikan dana simpanan masyarakat juga  menjadi diragukan. Penurunan kemampilan ini sangat mungkin untuk menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut, dan penurunan tingkat  kepercayaan terhadap suatu bank ini selanjutriya sangat membahayakan kelangsungan usaha bank itu. Seperti halnya badan usaha lain, perhimpunan dana sendiri  ini antara lain dapat berupa modal disetor, dana dari penjualan saham di bursa  efek, akumulasi laba ditahan, cadangan-cadangan, dan agio saham.
B. Dana dari deposan
Pada dasarnya sumber dana dari masyarakat dapat berupa giro (demand deposit),  tabungan (saving deposit), dan deposito berjangka (time deposit) yang berasal  dari nasabah perorangan atau badan usaha
  1. Giro
Giro Rekening giro atau checking account adalah. simpanan yang penarikannya dapat  dilakukan setiap saat dengan menerbitkan cek untuk penarikan tunai atau biIyet  giro untuk pemindahbukuan, sedangkan cek atau bilyet giro ini oleh Pemiliknya  dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Untuk itu, pemegang rekening giro  memperoleh buku cek dan bilyet giro. Karena sifat penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat tersebut, maka sumber dana dari rekeníng giro ini merupakan  sumber dana jangka pendek yang jumIahnya relatif lebili dinamis atau berfluktuasi  dari waktu ke waktu. Bagi nasabah pemegang rekening giro, sifat penarikan tersebut sangat membantu dalam membiayai kegiatan nasabah secara lebih efisien,  Nasabah dapat melakukan pembayaran sewaktu-waktu tanpa harus berisiko menggunakan uang tunai dalam jumlah besar, tanpa harus datang langsung ke bank, dan  tanpa harus menunggu tanggal jatuh tempo tertentu.
 Cek merupakan perintah tak bersyarat kepada bank untuk membayar sejum1ah uang tertentu pada saat penyerahannya atas beban rekening penarik cek. Cek dapat ditarik atau diterbitkan oleh pemegang rekening giro (giran) atas unjuk atau
atas nama dan tidak dapat dibatalkan oleh penarik kecuali cek tersebut dinyatakan hilang atau dicuri dengan bukti dari kepolisian. Jangka waktu pengunjukkan agar mendapatkan pembayaran dari bank atas cek tersebut adalah selama 70 hari sejak tanggal penarikannya.
            Bilyet giro pada dasarnya merupakan perintah kepada bank untuk memindah bukukan sejum1ah tertentu uang atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak yang tercantum dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh penarik disertai dengan alasan pembatalan.
            Jasa giro merupakan suatu imbalan yang diberikan oleh bank kepada giran atas sejum1ah saldo gironya yang mengendap di bank. jasa giro ini relatif lebih kecil
apabila dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka, karena memang seorang nasabah memegang rekening giro tujuannya bukan untuk rnemperoleh imbalan semacam bunga simpanan tersebut, melainkan
untuk memperoleh berbagai fasilitas yang dimiliki oleh rekening giro. Fasilitas ini
adalah adanya alat pembayaran yang efisien berupa cek dan bilyet giro serta penarikan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu. Oleh karena itu, giran umumnya adalah pengusaha atau pihak yang memiliki kegiatan yang membutuhkan alat pemba-
yaran dalam bentuk cek dan bilyet giro. Apabila ditinjau dari sudut pandang bank, dana yang berasal dari giro ini merupakan dana murah, dalam pengertian bank harus memberikan jasa giro yang relatif lebih rendah dibandingkan bunga simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.

2. Deposito Beriangka.
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukanpada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan antara deposan dan bank.Mengingat simpanan ini hanya dapat dicairkan pada saat jatuh temponya olehpihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito sesuai tanggal jatuh temponya, maka deposito berjangka ini merupakan simpanan atas nama dan bukan atas untuk. Apabila deposan menghendaki agar deposito berjangkanya dapat diperpanjang secara otomatis, maka pihak bank dapat memberikan fasilitas ARO atau automatic roll over atas deposito berjangka tersebut. Bunga atas deposito berjangka ini dapat ditarik tunai setiap jangka waktu tertentu ataupun ditransfer ke suatu rekening deposan. Agar mudah, nasabah biasanya juga membuka rekening tabungan untuk menampung bunga atas deposito tersebut dan juga untuk menampung dana deposito yang telah jatuh tempo dan tidak diperpanjang lagi. Bank-bank tertentu juga memberikan fasilitas agar bunga deposito yang tidak ditarik oleh pemiliknya dapat ditambahkan dalam simpanan pokok deposito, sehingga nilai deposito berjangkanya bertambah besar. Pada dasarnya sebelum jatuh tempo simpanan ini tidak dapat ditarik, namun apabila pihak deposan tetap menginginkan penarikan sebelum jatuh tempo, maka biasanya bank mengenakan denda atau biaya administrasi atas penarikan tersebut. Kelebihan dana deposito ini bagi bank adalah bank mempunyai kepastian tentang kapan dana itu akan ditarik, sehingga pihak bank dapat mengantisípasi kapan harus menyediakan dana dalam jum1ah tertentu. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh simpanan dalam bentuk giro dan tabungan. Sebagai konsekuensi dari kelebihan tersebut, maka bank harus membayar dana ini dengan tingkat bunga yang relatif lebih besar dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk yang lain. Dengan kata lain simpanan dalam bentuk deposito berjangka tidak bisa disebut sebagai sumber penghimpunan dana bagi bank yang murah.
3. Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan buku tabungan, cash card atau kartu ATM, dan debet card. Persaingan ketat dalam penghimpunan dana melalui tabungan antar bank-bank telah banyak memunculkan cara-cara baru untuk menarik nasabah tabungan. Cara-cara tersebut antara lain: hadiah atas tabungan, fasilitas asuransi atas tabungan, fasilitas kartu ATM, dan fasilitas debet card. Ditinjau dari segi ke1uwesan penarikan dana, simpanan dalam bentuk tabungan ini berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Tabungan dapat ditarik dengan cara-cara dan dalam waktu yang relatif lebih fleksibel dibandingkan dengan deposito berjangka, namun masih kalah fleksibel apabila dibandingkan dengan rekening giro. Sebagai konsekuensi, besarnya bunga yang diberikan atas saldo tabungan ini pun berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Ditinjau dari sísi bank, penghimpunan dana melalui tabungan termasuk lebih murah daripada deposito tapi lebih mahal dibandingkan giro.


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PRODUK KREDIT YANG SESUAI BAGI USAHA KECIL
Produk kredit dari bank diharap sesuaidengan harapan UK tanpa merugikan pihak perbankan dan tanpa agunan, serta dengan bunga rendah. Dengan perekonomian yang mengarah kepada. penghapusan subsidi, UK menyadari bahwa saat ini dan juga di waktu mendatang tidak mungkin memperoleh kredit tanpa aguan dan dengan bunga sangat rendah. Penyaluran kredit oleh BPR di Kendal sebagian besar diarahkan untuk sektor pertanian, kemudian untuk sektor perdagangan barang dan jasa pariwisata. Saat ini, prioritas tertinggi kredit yang disalurkan oleh BPR kepada UK masih pada sektor perdagangan barang, sektor jasa pariwisata,dan yang paling kecil adalah sektor pertanian.
Argumentasi identifikasi produk kreditperbankan yang inovatif dengan menambah modal kerja lebih besar dibandingkan untuk investasi, maka kredit UK lebih banyak bersifat jangka pendek. Dengan rendahnya kredit investasi, maka pihak perbankan dapat mengemas paket kredit investasi, terutama disektor pertanian.Bank-bank dapat menampung harapan UKbahwa pelayanan bank harus prima, dengan : (a) proses; kredit yang cepat (7 - 8 hari), (b) administrasi yang sederhana, (c) jangka waktu pengembalian disesuaikan dengan sifat bisnis yang didanai, (d) plafon kredit sebesar yang dibutuhkan, (e) jaminan tidaklebih tinggi dari kredit yang diminta, serta (f) jaminan dinilaiberdasarkan harga pasar yang fair. UK yang memperoleh kredit mendapat informasi dari bank tentang peluang bisnis prospektif dan dilengkapi dengan pelatihan dengan sasaran tertentu.
MENGATASI HAMBATAN PENGOPTIMALAN LDR-BPR
Dari sernua faktor yang mempengaruhi LDR terdapat empat (4) faktor atau variabel yang dapat dikategorikan menjadi penghambat dalam pengoptimalan LDR-BPR. Variabel itu adalah modal suku bunga tabungan, deposito di bank lain , dan dana pihak ketiga sebelumnya. Dari empat (4) variabel yang menjadi hambatan dalam pengoptimalan LDR-BPR, terdapat dua (2) variabel yang perlu mendapat prioritas penanganan yaitu secara berturut-turut variabel deposito di bank lain dan suku bunga tabungan, kemudian variabel dana pihak ketiga sebelumnya dan modal inti. Hambatan dalarn pengoptimalan LDR-BPR karena modal inti, artinya dengan adanya kenaikan dana bank karena kenaikan modal inti sehingga naiknya aset bank yang tidak meningkatkan LDR-BPR. Untuk hal itu, kenaikan modal inti digunakan juga untuk meningkatkan kredit sehingga LDRBPR menjadi meningkat.
Hambatan karena naiknya suku bungatabungan yang menyebabkan naiknya jumlah nominal tabungan tetapi statusnya tidak stabil sehingga meningkatnya keragu-raguan bank dalam meningkatkan kredit, maka LDR-BPR menjadi menurun. Dalarn kondisi itu, bank-bank pertu meningkatkan kredit dengan sumber dana dari jumlah rata-rata tabungan yang mengendap pada periode waktu tertentu sampai pada batas-batas tertentu.
Hambatan karena deposito di bank lain sehingga  tidak meningkatkan LDR-BPR karena bank-bank mengurangi penyalurankreditnya kepada masyarakat. Oleh karena itu, bank-bank dapat mengurangi penempatan dananya di bank lain dan supaya disalurkan menjadi kredit sehingga LDR-BPR dapat dioptimalkan.
Harnbatan karena dana pihak ketiga sebelumnya adalah karena dana tersebut tidak otomatis digunakan untuk kredit sehingga dana itu tidak meningkatkan LDRBPR. Oleh karena itu, dana tersebut supaya langsung digunakan untuk kredit dan tidakditanam atau ditempatkan pada bank lain.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi LDR BPR Dari Aspek
Permintaan
a. Perkembangan Permintaan Kredit Baru
Permintaan kredit baru  di BPR  Kabupaten Kendal meningkat karena faktor internal dan eksternal BPR. Permodalan BPR yang cukup adalah alasan internal terbesar, kemudian adanya kelebihan likuiditas, membaiknya kualitas portofolio kredit, serta alasan lainnya.Membaiknya prospek usaha nasabah adalah alasan eksternal terbesar kemudian membaiknya kondisi ekonomi, situasi politik dan keamanan serta rendahnya resiko usaha .
Usaha kecil (UK) menggunakan kredit baru dengan prioritas untuk modal kerja, kredit konsumsi, investasi, dan sisanya untuk usaha besar. Sektor-sektor ekonomi yang dibiayai oleh UK dengan kredit baru dalarn periode 2004 paling banyak tersalur pada sektor perdagangan dan restoran ,sector jasa, dan pertanian
b. Realisasi Kredit dan Sektor yang dibiayai BPR
 Kredit UK yang direalisasi adalah untuk kredit modal kerja dan kredit konsumsi kemudian sisanya adalah kredit untuk investasi dan modal kerja untuk usaha besar. BPR masih tetap melayani usaha kecil dengan alokasi kredit konsumsi menduduki urutan yang lebih tinggi dari pada kredit investasi UK. Urutan permohonan kredit baru di BPR Kendal paling banyak dari sektor pertanian sedangkan dalam realisasinya BPR lebih banyak menyalurkan kredit kepada sektor perdagangan, hotel dan restoran  kemudian kepada sektor jasa-jasa dunia usaha sektor pertanian dan jasa sosial masyarakat, sektor industri pengolahan, angkutan dan komunikasi dan lainnya. BPR memilih sektor perdagangan, hotel, restoran dan usaha jasa dalam menyalurkan kreditnya karena sektor-sektor ini prospeknya lebih baik, sementara di sisi lain masih membutuhkan kredit atau sebagian kebutuhan masyarakat akan kredit belum bisa diterima atau belurn bisa dipenuhi BPR.
c. Rencana BPR ke Depan dalam  Penyaluran Kredit
Dalam jangka pendek, prediksi BPR cukup optimis akan berhasil menghimpun dana pihak ketiga karena fasilitas atau pelayanannya yang lebih baik, memberikan insentif kepada pemilik dana selain bunga, sanggup menetapkan tingkat suku bunga tabungan dan deposito yang bersaing dan sanggup berusaha dengan cara-caranya masing-masing untuk meningkatnya motif masyarakat dalam menabung. Dari prediksi keberhasilan tersebut, bentuk dana pihak ketiga yang diperlukan dapat dihimpun oleh BPR adalah berupa deposito berjangka, tabungan dan pinjaman. Dibalik prediksi dan perkiraan tersebut, permintaan kredit oleh masyarakat atau debitor kepada BPR diperkirakan karena sebagian terbesar disebabkan oleh prospek usaha masyarakat atau calon debitor, persyaratan kredit atau faktor lain.
PENGHIMPUNAN DANA OLEH BANK
Kegiatan usaha yang utama bank adalah penghimpunan dan penyaluran dana. Penyaluran dana dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan apabila dana telah dihimpun. Penghimpunan dana dari masyarakat perlu dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi maksud itu dipenganihi antara lain oleh hal-hal berikut ini:

  1. Kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Gambaran sebuah bank secara umum di mata masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat, seperti pelayanan, keadaan keuangan, berita-berita di mass media tentang bank tersebut, laporan-laporan B1 tentang bank tersebut, pengalaman masyarakat berhubungan dengan bank tersebut, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat pada sebuah bank, semakin tinggi pula kemungkinan bank terse but untuk menghimpun dana dari masyarakat secara efisien dan sesuai rencana penggunaan dananya.
  2. Perkiraan tingkat Pendapatan yang akan diperoleh oleh penyimpan dana relatif terhadap pendapatan dari alternatif investasi lain dengan tingkat risiko yang seimbang. Semakin tinggi tingkar pendapatan yang diperkirakan oleh calon penyimpan dana ini, akan semakin mudah sebuah bank untuk menarik dana dari calon penyimpan dananya.
  3. Risiko penyimpanan dana. Apabila sebuah bank dapat memberikan tingkat kepastian yang tinggi atas dana masyarakat untuk dapat ditarik lagi sesuai waktu yang telah dijanjikan, maka masyarakat semakin bersedia untuk menempatkan dananya di bank tersebut.
  4. Pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpan dana. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai, diperhatikan, dan dihormati, sehingga merasa senang untuik terus bertransaksi keuangan dengan bank tersebut. Pelayanan ini bisa berupa pelayanan dari petugas bank dan pemberían fasilitas lain

Permohonan Kredit
Permohonan kredit diajukan secara tertulis dengan mengisi surat permohonan yang telah disediakan oleh BPR, sehingga ada tahap masing-masing pihak saling berkenalan, untuk memberikan dan menerima informasi yang masing-masing pihak perlukan. Permohonan tertulis tersebut dilengkapi data meliputi :
1. Jumlah kredit yang diinginkan
2. Tujuan penggunaannya
3. Barang jaminan yang diajukan termasuk fotocopy bukti pemilikannya
4. Fotocopy KTP atau identitas lainnya yang masih berlaku
5. Struk gaji bulan terakhir

Pengumpulan Data dan Peninjauan Jaminan
Permohonan kredit yang sementara dinilai layak ditindaklanjuti dengan pengumpulan
data dan peninjauan jaminan, sehingga account officer dapat lebih mengenal calon debitur dengan lebih baik. Jenis data yang dikumpulkan sesuai dengan jenis bidang usaha pemohon kredit yang sedang dianalisa, misalnya calon debitur seorang pengusaha, data yang dikumpulkan antara lain :
1. Identitas calon debitur
2. Melihat fisik jaminan yang akan diagunkan
3. Lokasi usaha, jenis usaha dan lamanya usaha
4. Penaksiran jumlah modal berjalan dengan melihat stok barang yang ada
5. Bagaimana tingkat persaingan usaha di sekelilingnya
6. Biaya operasional usaha setiap hari ditambah biaya rutin keluarga
7. Data keuangan meliputi omzet per hari, prosentase rata-rata keuntungan yang    didapat serta fotokopi rekening koran dan tabungan.
8. Jumlah karyawan.
2.7.            Hipotesis
a. Variabel Modal Pelengkap berpengaruh signirikan meningkatkan LDR-BPR
b. Variabel Suku Bunga Tabungan signifikanberpengaruh menurunkan LDR-BPR .
c. Variabel Deposito di Bank Lain berpengaruh signifikanmenurunkan LDR-BPR
d. Variabel Suku Bunga Deposito berpengaruh signifikan meningkatkan LDR-BPR
BAB 111
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka diperlukan data-data yang relevan dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data sekunder. Sumber data diperoleh dari laporan bulanan BPR yang merupakan keadaan keuangan dan hasil usaha bank berupa neraca dan rugi laba beserta rekening administratif. Sumber data BPR yang akan digunakan dalam analisis ini adalah laporan bulanan BPR mulai tahun 2003 sampai 2004.
  1. Data laporan keuangan bulanan dari BPR
  2. Data banyaknya dana yang dihimpun dari masyarakat dan data mengenai dana yang disalurkan pada masyarakat.
  3. Data tingkat penguasaan pangsa pasar, pendapatan dan total keuntungan yang diperoleh BPR.
  4. Data jumlah nasabah perbulan selama periode penelitian.
3.2.            Populasi dan sample
Pada penelitian ini, populasinya adalah penelitian yang ada antara 2003-2004. Ukuran sample ditentukan dengan rumus dibawah ini
N=2
Dimana :
Z          = tingkat distribusi normal pada taraf signifikansi 5% = 1,9
n          = jumlah sample
Moe   = margin of error maximum yaitu tingkat kesalahan maksimal pengambilan  sample yang masih dapat digunakan.
Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah cara acak menurut daerah geografis asal responden terutama yang berdomisili di Kabupaten Kendal. Oleh karena itu sampling yang digunakan adalah area sampling sehingga debitur mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sample.
3.3.            Metode Pengumpulan data
Setelah membaca literatur yang berkaitan dengan penelitian terdahulu dan tinjauan pustaka serta literatur lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pengujian hipotesis dan model analisis, langkah selanjutnya adalah mencari data sekunder berupa data yang berkaitan dengan jumlah kredit yang disalurkan, jumlah modal bank, aktiva tertimbang menurut resiko, jumlah simpanan pihak ketiga dan jumlah kredit non lancar yang tentunya  masih merupakan data mentah yang perlu diolah dn diklasifikasi sesuai kebutuhan.
3.4.            Teknik Analisis
Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan interpretasi yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial tertentu. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Metode yang dipilih untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti.
3.5.Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu perlu dilakukan pengujian terhadap gejala penyimpangan asumsi klsik. Asumsi model linear klasik meliputi :
3.5.1. Uji Normalitas
            Uji ini bertujuan menguji salah satu asumsi dasar analisis regresi berganda yaitu variabel independen dan dependen harus berdistribusi normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah data-data yang dikumpulkan berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan metode grafik. Metode grafik yang handal untuk menguji normalitas data adalah dengan melihat normal probability plot sehingga hampir semua aplikasi komputer statistik menggunakan fasilitas ini.
3.5.2        Uji Linearitas
Uji ini dimaksudkan untuk menguji asumsi linearitas dalam model regresi linear berganda. Selain itu uji linearitas dimaksudkan untuk melihat apakah spesifikasi model sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Pada dasarnya analisis regresi berbasis prosedur linearitas. Jika non linearitas muncul maka sebaiknya data ditransformasi ke dalam bentuk misalnya eksponensial.
Dalam model regresi berganda, pedoman umum ( rule of thumb ) untuk melakukan uji linearitas adalah membandingkan nilai standar deviasi variable dependen dengan standar deviasi residual. Jika nilai standar deviasi variable dependen lebih besar dari standar deviasi residual maka asumsi linearitas dipenuhi.
3.5.3.      Uji Multikolinieritas
Uji ini bertujuan mengetahui ada tidaknya hubungan yang sempurna atau sangat tinggi antar variabel independen dalam model regresi. Konsekwensi dari adanya hubungan korelasi  yang sempurna atau sangat tinggi antar variabel independen adalah koefisien regresi dan standar deviasi variabel independen menjadi sensitive terhadap perubahan data serta tidak memungkinkan untuk mengisolir pengaruh individual variable independen. Pengujian terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan :
    1. Koefisien Determinasi (    R)
Salah satu tanda munculnya multikolinearitas, R2 sangat tinggi dan banyak koefisien regresi yang memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap variable tak bebas secara statistik.
    1. Nilai Variance Inflation Faktor ( VIF ) dan tolerance
Kedua ukuran ini menunjukkan variable bebas mana saja yang bisa dijelaskan oleh variable bebas lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variable bebas terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variable bebas lainnya. Bila nilai tolerance diatas 0,1 maka dikatakan tidak terjadi kolinearitas yang berarti.
    1. Indikator matrik korelasi antar variable independen ( zero order correlation matrix  ). Jika antar variable bebas ( independen ) ada korelasi yang tinggi ( umumnya diatas 0,90 ) maka hal ini indikasi adanya multikolinearitas.
3.6.            Pengujian Hipotesis
Hipotesis 1,2 dan 3 yang diajukan dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan uji t. Uji t dimaksudkan untuk melihat apakah secara individual, variabel bebas ( independen ) memiliki pengaruh yang bermakna atau nyata terhadap variabel-variabel terikat ( dependen ) dengan asumsi variable lainnya konstan.    


Belum ada insentif
Untuk sektor perbankan sendiri, ditinjau dari segi kebijakan pemerintah, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai belum ada paket yang berarti bagi pemulihan sektor perbankan.
Lembaga kajian itu juga melihat bank-bank yang sudah direstrukturisasi belum mampu menunjukkan perubahan kinerja baik dalam jangka waktu pendek maupun menengah.
Beberapa indikator penting seperti loan to deposit ratio (LDR), rasio pertumbuhan kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK), struktur permodalan dan perolehan laba bank menunjukkan bahwa restrukturisasi yang dimulai 1997 itu belum menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan.
Indef mencatat pada 1998 rata-rata pertumbuhan LDR perbankan adalah 84,99%, berada di bawah ketentuan BI yaitu 94,75%. Kondisi ini belum mencerminkan berjalannya fungsi intermediasi. Tahun berikutnya terjadi penurunan yang lebih tajam dimana LDR hanya 35,99%.
Pada 2000 secara perlahan angka ini bergerak naik sebesar 3,78% sehingga pada akhir tehun tercatat 37,34%. Tren kenaikan berlanjut 2001 sehingga berada pada level 38,06%. Hingga Agustus 2002, rata-rata pemenuhan LDR perbankan nasional berada di tingkat 40,65%. Angka ini jelas berada jauh dibawah ketentuan BI yakni 94,75%.
Rasio pertumbuhan kredit terhadap dana pihak ketiga juga tidak menggembirakan. Idealnya, kegiatan penyaluran kredit dan penghimpunan dana pihak ketiga berjalan seimbang agar perbankan tidak menderita negative spread akibat tingginya kewajiban membayar bunga.
Pada 1998 dan 1999 laju pertumbuhan kredit lebih rendah daripada laju pertumbuhan DPK bahkan pada 1999 jumlah kredit turun tajam sebesar -53,81%, sementara DPK mengalami pertumbuhan 4,07%. Gejala ini mengindikasikan belum berjalannya fungsi intermediasi perbankan.
Tiga tahun terakhir kondisinya berbalik. Dimulai pada 2000, laju pertumbuhan kredit selalu lebih tinggi daripada laju pertumbuhan DPK. Bahkan pada Agustus tahun ini diketahui jumlah kredit meningkat 7,62% sedangkan DPK mengalami perlambatan dengan laju penurunan sebesar -0,13%.
Posisi CAR (capital adequacy ratio) yang seringkali menjadi indikator utama bagi penilaian kesehatan perbankan juga tidak menggembirakan. Pasca program restrukturiasi perkembangan CAR berada jauh di atas ketentuan BI yakni sebesar 12%. Namun akibat negative spread yang menggerogoti permodalam perbankan, pada 1999 modal rata-rata perbankan menunjukkan angka negatif, bahkan mencapai Rp-41,20 triliun.
Pada 2000 memang terjadi perbaikan, namun timbul masalah baru yakni adanya dana obligasi pemerintah. Peningkatan modal rata-rata terjadi karena adanya sumbangan berupa suntikan obligasi pemerintah terhadap modal perbankan. Karenanya peningkatan modal itu menciptakan ketergantungan sangat besar pada obligasi pemerintah.
Karena penyaluran kredit dapat dikatakan lambat, maka ketergantuangan menyangkut pendapatan bank juga sangat besar kepada bunga obligasi pemerintah. Peningkatan modal dan tingginya CAR bukan karena usaha perbankan akibat kesehatannya, tapi lebih karena obligasi pada beberapa bak rekap.
Sedangkan pencapaian laba terus mengalami kenaikan. Pada 1999 secara rata-rata bank mengalami kerugian Rp71,68 triliun. Baru pada 2000 bank-bank mencatatkan laba yakni rata-rata Rp6,92 triliun. Tahun berikutnya kondisi ini berlanjut dengan pencapaian laba Rp9,26 triliun.
Namun Indef mengingatkan bahwa laba tersebut bukan perolehan kegiatan intermediasi bank melainkan bunga yang didapat dari obligasi pemerintah pada bank-bank rekap dan bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI).


Penyaluran Kredit di Jateng Tumbuh 9,9%

SEMARANG-Kebijakan penurunan suku bunga mendorong bank-bank umum di Jateng untuk meningkatkan penyaluran kreditnya, seperti yang tergambar pada kondisi September 2002 ke posisi Desember 2002 di mana penyaluran kredit di wilayah Jateng meningkat 9,9%, yaitu menjadi Rp 3.057 miliar.
"Hal ini sejalan pula dengan semakin meningkatnya persentase Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di Jateng yang pada posisi Desember 2002 tercatat 57,7%. Sementara posisi September 2002 dan Desember 2001 masing-masing sebesar 54,2% dan 46,8%," ungkap Pemimpin Bank Indonesia Semarang Bachri Ansjori dalam laporan Kajian Ekonomi Regional Jateng Triwulan IV 2002, kemarin.
Dilihat dari jenis penggunaanya, lanjut dia, pertumbuhan kredit terbesar pada posisi Desember 2002 terjadi pada kredit investasi sebesar 14,9% menjadi Rp 2.8 Miliar. Penggunaanya diikuti kredit komsumsi dan kredit modal kerja yang meningkat masing-masing sebesar 12% menjadi Rp 4,9 miliar dan 8,4% menjadi Rp 15,3 Miliar.
Menurut Bachri, kondisi itu berbeda dibandingkan posisi September 2002, sebab peningkatan terbesar justru terjadi pada kredit modal kerja, yakni mencapai 15,3%. Berdasarkan kelompok bank penyalur, bank pemerintah masih memiliki pangsa pasar terbesar, yakni 69,6% atau sebesar Rp 16.040 miliar. Itu berarti meningkat 8,6% dibanding posisi September 2002.
Sementara itu, sektor penerima penyaluran kredit masih didominasi sektor perindustrian, yaitu sebesar Rp 8.481 miliar atau 36,8%. Kemudian disusul sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 6.147 miliar atau 26,7%, dan sektor pertanian sebesar Rp 1.321 miliar atau 5,7%. "Dari ketiga sektor itu, sektor perindustrian mengalami pertumbuhan terendah, yaitu hanya 5,3%. Sedangkan pertumbuhan tertinggi penerima kredit adalah sektor konstruksi sebesar 47,2%."
Dilihat dari penggolonganya, penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) oleh bank umum di Jateng pada posisi Desember 2002 meningkat 8,5% menjadi Rp 6.943 Miliar dibanding posisi September 2002. "Perkembangan ini diharapkan akan terus berlanjut pada periode mendatang mengingat kontribusi KUK terhadap pengembangan kinerja UKM cukup besar, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan kegiatan sektor riil di tingkat regional," tutur Bachri.
Sejalan dengan terus berlangsungnya penyaluran kredit, sambung dia, rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) mengalami penurunan dari 4,2% pada September 2002 menjadi 3,5% pada posisi Desember 2002. Rendahnya angka NPLs itu menunjukkan pengelolaan kredit bank umum di Jateng telah dilakukan cermat dan hati-hati. "Selain itu, juga disebabkan adanya penambahan kredit baru yang tingkat kolektibilitasnya masih relatif baik."
Bachri menambahkan, dari komposisi NPLs, terlihat adanya pergeseran kolektibilitas dari kategori kurang lancar dan macet menjadi diragukan



LDR Bank Perkreditan Rakyat 120%

SEMARANG-Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dinilai lebih menyentuh kalangan kegiatan usaha kecil menegah (UKM) melalui kredit mikro yang disalurkan selama ini.
Bahkan perbandingan antara pinjaman terhadap simpanan masyarakat di BPR atau loan to deposit ratio (LDR) mencapai 120%, sedangkan perbankan umum berkisar 45-50%.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Pusat Soni Harsono mengemukakan meskipun nilai kredit yang disalurkan BPR kepada UKM lebih kecil dari bank umum, namun memberikan manfaat jauh lebih besar karena benar-benar menyentuh sendi-sendi kehidupan UKM.
''Dengan nilai kredit di bawah Rp 100 juta BPR justru mampu menjangkau pasar yang lebih luas. Jumlah nasabahnya sekitar 100.000 lebih pengusaha skala kecil dan angka pinjaman bermasalah atau non performing loan (NPL) saat ini rata-rata dibawah 5%,'' tutur Soni saat ditemui di Kampus Undip Tembalang, kemarin.
LDR BPR yang tinggi, menurut dia, karena proses pengajuan kredit yang cepat dan tidak berbelit. Berbeda dari persyaratan pengajuan kredit UKM di bank umum swasta dan nasional yang mensyaratkan pembukuan dan akuntansi, serta laporan keuangan per tahun.
''Persyaratan tersebut hingga saat ini masih sulit dipenuhi oleh kalangan UKM,'' tuturnya.
Ia menambahkan organisasi yang menaungi sekitar 2.300 BPR itu mengharapkan pemerintah memberi keringanan pajak kepada para penabung dan deposan.
''Kami berharap tingkat pembebasannya dipertinggi menjadi maksimun Rp 15 juta dari sebelumnya Rp 10 juta. Begitu pula mengenai pemberlakuan UU Fiducia yang dianggap memberatkan karena harus melaporkan peminjaman ke tingkat provinsi atau kantor wilayah,'' papar alumnus Fisip Undip itu
Pihaknya akan meningkatkan koordinasi dengan bank umum komersial serta pemerintah. Khusus dengan pemerintah dimaksudkan agar pelaksanaan pemberian kredit di lapangan dapat berjalan seiring dengan program departemen teknis.
''Tiga departemen yang diharapkan berkoordinasi dengan BPR adalah Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Departemen Perhubungan.''
Mengenai kinerja BPR secara nasional, ia menyebutkan hingga akhir 2002 volume simpanan nasabah sebesar Rp 5,6 trilun dan kredit yang disalurkan Rp 6,42 triliun, termasuk dari dana pemilik serta kerja sama dengan kreditor lainnya.
Tentang kerja sama dengan bank umum, Soni mengatakan Perbarindo telah menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Bank Indonesia dan perbankan pada April 2002. Hasilnya, hingga akhir 2002 telah disalurkan kredit bank umum oleh BPR kepada UKM sebesar Rp 1,9 triliun dari target Rp 1,2 triliun.
''Tahun ini diharapkan penyalurannya bisa mencapai Rp 1,6 miliar,'' kata dia.
Sampai awal Juni jumlah kredit yang disalurkan sudah Rp 1,6 triliun sehingga tahun ini jumlah kredit kemitraan dengan bank umum yang disalurkan bisa lebih besar.
''Kalau melihat pencapaian itu, maka kemungkinan sampai akhir tahun ini bisa Rp 2 triliun lebih,'' tegas dia. (G2-53)
Kinerja Anggota Perbarindo (2002)
Anggota
2.300 BPR
Loan to Deposit Ratio (LDR)
120%
Non Performing Loans (NPL)
< 5%
Simpanan
Rp 5,6 triliun
Kredit
Rp 6,42 triliun
ANALISIS KINERJA BANK DEVISA DAN BANK NON DEVISA
DI INDONESIA

Oleh:
Anita Febryani[1] dan Rahadian Zulfadin[2]

Abstraksi

      Analisis mengenai perbandingan tingkat efisiensi pada industri perbankan yang dilakukan dengan melakukan pengujian empiris terhadap tingkat efisiensi antara bank pemerintah, bank swasta nasional dan swasta asing serta bank publik menunjukkan bahwa bank publik mempunyai tingkat efisiensi di atas rata-rata seluruh bank, sedangkan tingkat efisiensi bank pemerintah dan bank swasta nasional secara keseluruhan berada di bawah rata-rata seluruh bank, (Ventje, 1993). Penelitian lain mengenai perbandingan kinerja industri perbankan pada bank devisa dan non devisa yang didasarkan pada Return on Equity, Return on Assets dan Loan to Deposit Ratio juga pernah dilakukan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank devisa dan non devisa sebelum krisis ekonomi, (Wijaya, 1998). Tulisan ini memberikan gambaran perbandingan kinerja bank devisa dan bank nondevisa dengan menggunakan metode yang sama dengan yang dilakukan oleh Wijaya. Kesimpulan tulisan ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kinerja Bank Devisa dan Bank Non Devisa dalam  jika dilihat dari variabel Return on Equity dan Return on Asset. Perbedaan kinerja terlihat nyata jika dilihat dari variabel Loan to Deposit Ratio.

Latar Belakang

Pada pertengahan tahun 1980-an berbagai macam deregulasi dikeluarkan oleh pemerintah untuk menggairahkan industri perbankan. Diawali dengan diluncurkannya Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (PAKTO) yang mencakup bidang keuangan, moneter dan perbankan. Kebijakan di bidang perbankan antara lain meliputi pemberian kemudahan-kemudahan dalam membuka kantor bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, memperkenankan pendirian bank-bank swasta baru antara lain dengan penetapan syarat modal disetor minimal Rp10 milyar, juga memberikan kesempatan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan modal minimum Rp50 juta, dan memperingan persyaratan bagi bank menjadi bank devisa.
Setelah diluncurkannya deregulasi tersebut, dalam kurun waktu 1988-1996 bisnis perbankan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada akhir tahun 2002 perbankan menguasai sekitar 90,46% pangsa pasar sektor keuangan di Indonesia. Berdasarkan data Biro Riset InfoBank, industri perbankan menguasai 90,46 persen pangsa pasar keuangan di Indonesia, diikuti oleh industri asuransi 3,38 persen, dana pensiun 3,01 persen, industri pembiayaan 2,32 persen, sekuritas 0,65 persen, dan pegadaian 0,20 persen, (Supriyanto, 2003).
Pertumbuhan yang pesat itu ternyata tidak dapat mendorong terciptanya industri perbankan yang kuat. Krisis keuangan yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 memberi dampak yang sangat buruk pada sektor perbankan. Beberapa indikator kunci perbankan dalam tahun 1998 berada pada kondisi yang sangat buruk. Kinerja industri perbankan nasional pada waktu itu jauh lebih buruk dibandingkan kondisi perbankan di beberapa negara Asia yang juga mengalami krisis ekonomi, seperti Korea Selatan, Malaysia, Philipina dan Thailand. Non Performing Loan (NPL) bank-bank komersial mencapai 50 persen, tingkat keuntungan industri perbankan berada pada titik minus 18 persen, dan Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan kondisi minus 15 persen, (Hawkins, 1999). Terpuruknya sektor perbankan akibat krisis ekonomi memaksa pemerintah melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan tidak layak lagi untuk beroperasi. Hal ini mengakibatkan timbulnya krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap industri perbankan.
Sebagai lembaga intermediasi antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana, diperlukan bank dengan kinerja keuangan yang sehat, sehingga fungsi intermediasi dapat berjalan lancar. Beberapa penelitian tentang perbandingan kinerja bank pada industri perbankan yang didasarkan pada rasio-rasio dari laporan keuangan perbankan pernah dilakukan sebelumnya. Antara lain adalah penelitian mengenai perbandingan tingkat efisiensi pada industri perbankan yang dilakukan dengan melakukan pengujian empiris terhadap tingkat efisiensi antara bank pemerintah, bank swasta nasional dan swasta asing serta bank publik. Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian tersebut terdiri dari Return on Assets, Profit Margin dan Return on Equity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank publik mempunyai tingkat efisiensi di atas rata-rata seluruh bank, sedangkan tingkat efisiensi bank pemerintah dan bank swasta nasional secara keseluruhan berada di bawah rata-rata seluruh bank, (Ventje, 1993).
Di Indonesia pernah juga dilakukan penelitian terhadap efisiensi perbankan dengan menggunakan pendekatan frontier economic. Variabel independen dalam penelitian tersebut adalah total biaya perbankan, sedangkan variabel dependennya antara lain adalah demand deposit, saving deposit, time deposit, loan, ratio profit per jumlah tenaga kerja dan ratio profit per modal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perbankan Indonesia secara umum menjadi makin efisien setelah adanya deregulasi 1988, (Goeltom, 1997).
Penelitian mengenai perbandingan kinerja industri perbankan pada bank devisa dan non devisa yang didasarkan pada Return on Equity, Return on Assets dan Loan to Deposit Ratio juga pernah dilakukan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja bank devisa dan non devisa sebelum krisis ekonomi. Dengan kata lain, bank devisa memiliki kinerja yang lebih baik daripada bank non devisa, (Wijaya, 1998). Tulisan ini mencoba melihat perbedaan kinerja antara Bank Devisa dengan Bank Non Devisa pada periode krisis ekonomi. Sampel dibatasi pada 30 buah bank devisa dan 37 buah bank non devisa yang tercatat di Bank Indonesia dengan periode analisis dari tahun 2000-2001, sedangkan pendekatan pengukuran kinerja yang digunakan adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Loan to Deposit Ratio (LDR).



Landasan Teori

Pengertian Bank
      Menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian di atas memiliki kandungan filosofis yang tinggi. Pengertian yang lebih teknis dapat ditemukan pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 792 Tahun 1990. Pengertian bank menurut PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan (1999: 31.1) adalah:
Bank adalah suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.
Sedangkan berdasarkan SK Menteri Keuangan RI Nomor 792 tahun 1990 pengertian bank adalah: “Bank merupakan suatu badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Dengan kata lain bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit serta jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut transaksinya bank dapat dibedakan menjadi Bank Devisa dan Bank Non Devisa. Bank Devisa adalah bank yang dapat mengadakan transaksi internasional seperti ekspor dan impor, jual beli valuta asing, dll. Sedangkan Bank Non Devisa, adalah bank yang tidak dapat melakukan transaksi internasional atau dengan kata lain hanya dapat melakukan transaksi dalam negeri saja. (Irmayanto, 2002).

Laporan Keuangan Bank
Sesuai dengan SK Direksi Bank Indonesia No. 27/119/KEP/DIR tanggal 25 Januari 1995 laporan keuangan bank terdiri dari (i) neraca, (ii) laporan komitmen dan kontijensi, (iii) laporan laba/rugi, (iv) laporan arus kas, dan (v) catatan atas laporan keuangan.

Neraca
Dalam penyajiannya, aktiva dan kewajiban dalam neraca bank tidak dikelompokkan menurut lancar atau tidak lancar, namun sedapat mungkin tetap disusun menurut tingkat likuiditas dan jatuh tempo. Setiap aktiva produktif disajikan di neraca sebesar jumlah bruto dari tagihan atau penempatan bank dikurangi dengan penyisihan penghapusan yang dibentuk untuk menutupi kemungkinan kerugian yang timbul dari masing-masing aktiva produktif yang bersangkutan.

Laporan Komitmen dan Kontijensi
Laporan ini wajib disajikan secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran mengenai posisi komitmen dan kontijensi, baik yang bersifat tagihan maupun kewajiban pada tanggal laporan. Komitmen adalah suatu ikatan atau kontrak berupa janji yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak dan harus dilaksanakan apabila persyaratan yang disepakati bersama dipenuhi. Kontijensi adalah tagihan atau kewajiban bank yang kemungkinan timbulnya tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya satu atau lebih peristiwa di masa yang akan datang.

Laporan Laba/Rugi
Perhitungan laba/rugi bank wajib disusun sedemikian rupa agar dapat memberikan gambaran mengenai hasil usaha bank dalam suatu periode tertentu. Laporan laba/rugi bank disusun dalam bentuk berjenjang (multiple step) yang menggambarkan pendapatan atau beban yang berasal dari kegiatan utama bank dan kegiatan lainnya. Cara penyajian laporan laba/rugi bank antara lain wajib memuat secara rinci unsur pendapatan dan beban, unsur pendapatan dan beban harus dibedakan antara pendapatan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan non operasional.

Laporan Arus Kas
Laporan ini harus disusun berdasarkan kas selama periode laporan dan harus menunjukkan semua aspek penting dari kegiatan bank tanpa memandang apakah transaksi tersebut berpengaruh langsung pada kas.

Catatan Atas Laporan Keuangan
Disamping hal-hal yang wajib diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sebagaimana dijelaskan dalam standar akuntansi keuangan, bank juga wajib mengungkapkan dalam catatan tersendiri mengenai posisi devisa netto menurut jenis mata uang serta aktifitas-aktifitas lain seperti kegiatan wali amanat, penitipan harta dan penyaluran kredit pengelolaan.

Pengertian Kinerja
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1996) Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo.
            Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan di manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

Metodologi

Dalam penelitian ini metodologi yang digunakan adalah metode uji hipotesis yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan antara bank devisa dan non devisa. Objek dari penelitian ini adalah bank-bank devisa dan non devisa yang tercatat di Bank Indonesia.

Variabel dan Pengukurannya
Variabel  dari penelitian ini adalah kinerja keuangan bank devisa dan non devisa yang tercatat di Bank Indonesia dan indikator-indikator yang digunakan untuk menilai kinerja bank adalah rasio-rasio keuangan yang terdiri dari rasio rentabilitas yaitu Return on Assets dan Return on Equity serta rasio likuiditas yaitu Loan to Deposit Ratio. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala rasio.

Definisi Operasional Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian tentang kinerja keuangan bank devisa dan non devisa pada bank yang tercatat di Bank Indonesia  adalah kinerja keuangan, yaitu suatu prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh manajemen perusahaan dalam menjalankan fungsinya. Indikator-indikator[3] yang digunakan antara lain adalah:
a.      Return on Assets (ROA), yaitu indikator kemampuan perbankan untuk memperoleh laba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh bank. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Net Income dibagi Total Assets).
b.      Return on Equity (ROE), yaitu indikator kemampuan perbankan dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan laba bersih. ROE dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara laba setelah pajak dengan total ekuitas (Net Income dibagi Total Equity).
c.       Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu indikator kemampuan perbankan dalam membayar semua dana masyarakat dan modal sendiri dengan mengandalkan kredit yang telah didistribusikan ke masyarakat. LDR dapat diperoleh dengan cara menghitung rasio antara total loan dengan total deposit (Total Loan dibagi Total Deposit).

Jenis dan Analisis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data dari bank devisa dan non devisa yang dijadikan sampel adalah laporan keuangan periode tahun 2000-2001 yang berupa neraca dan laporan laba rugi yang diperoleh dari Bank Indonesia. Yang pertama dilakukan dalam analisis data adalah menghitung Return on Assets (ROA) dari masing-masing bank. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktifitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih. Langkah kedua adalah menghitung Return on Equity (ROE) dari masing-masing bank. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin baik produktifitas modal sendiri dalam memperoleh laba.Kemudian menghitung Loan to Deposit (LDR) dari masing-masing bank. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi likuiditas penyaluran kredit dari bank, dengan resiko kredit macet yang juga semakin besar.
Setelah menghitung rasio ROA, ROE dan LDR dari masing-masing bank, maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pengujian hipotesis yang membandingkan kinerja keuangan bank devisa dan non devisa. Dalam hal ini hipotesis yang diajukan adalah:
·         Ho.  = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan baik dalam return on assets, return on equity, maupun loan to deposit ratio antara bank devisa dan non devisa setelah krisis perbankan.
·         Ha. 1 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara return on assets       bank devisa dan non devisa setelah krisis perbankan.
·         Ha. 2 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara return on equity bank devisa dan non devisa setelah krisis perbankan.
·         Ha. 3 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara loan to deposit ratio bank devisa dan non devisa setelah krisis perbankan.
·         Tingkat significant yang digunakan adalah 5%.
Kemudian menentukan nilai t-statistik (sampel besar) untuk sample t-test uji beda dua rata-rata[4] masing-masing untuk tahun 2000 dan 2001:
           
   X1  -  X2
Zo    =
s12s22
                  n1                 n2

Keterangan:
X1   =          Rata-rata ROA, ROE, dan LDR Bank Devisa
X2   =          Rata-rata ROA, ROE, dan LDR Bank Non Devisa
s12 =          Varian ROA, ROE, dan LDR Bank Devisa
s2=          Varian ROA, ROE, dan LDR Bank Devisa
n1   =          Jumlah sampel Bank Devisa
n2   =          Jumlah sampel Bank Non Devisa

Kesimpulan yang mungkin di dapat adalah:
·         jika t-statistik > t-tabel maka Ho ditolak
jika t-statistik < t-tabel maka Ho tidak dapat ditolak
      Atau
·         jika sig t-statistik < 0.05 maka Ho ditolak
jika sig t-statistik > 0.05 maka Ho tidak dapat ditolak

Analisis dan Pembahasan

Perhitungan rasio untuk mengetahui kinerja keuangan perbankan yang terdiri dari rasio rentabilitas dan rasio likuiditas didasarkan pada data laporan keuangan masing-masing bank per 31 Desember 2000 dan per 31 Desember 2001.

Perhitungan Rentabilitas
Rasio Rentabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan laba atas sejumlah modal dan aktiva yang dimilikinya, sehingga dapat mengukur profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Tabel 1 menunjukkan hasil perhitungan ROA bank devisa tahun 2000-2001.
Tabel 1
Hasil Perhitungan ROA Bank Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROA (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
1
Antar Daerah
0.498429
1.019829
2
Arta Niaga Kencana Tbk
0.623499
0.904856
3
Artha Graha
0.139749
0.242459
4
BCA Tbk
1.873506
3.022264
5
BII Tbk
0.718853
-13.4307
6
Buana Indonesia Tbk
0.955927
2.117467
7
Bukopin
1.37874
1.837279
8
Bumi Arta
2.652808
2.574115
9
Bumiputera Tbk
0.553725
0.545419
10
CIC Internasional Tbk
0.546514
-1.19499
11
Danamon Indonesia Tbk
0.54699
1.372246
12
Ekonomi Raharja
1.241436
1.144764

Lanjutan Tabel 1
Hasil Perhitungan ROA Bank Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROA (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
13
Ganesha
0.275056
0.311855
14
Haga
0.679656
0.871475
15
Halim Indonesia
1.681257
1.864109
16
IFI
2.958149
0.332172
17
Kesawan
1.310313
0.255459
18
Lippo Tbk
1.089026
1.13632
19
Maspion Indonesia
0.684912
0.610063
20
Mayapada Internasional Tbk
-1.802660
-1.038251
21
Mestika Dharma
2.433164
7.739171
22
Metro Ekspress
3.41784
6.854206
23
Niaga Tbk
0.343243
0.871017
24
NISP Tbk
1.150955
1.007276
25
Nusantara Parahyangan Tbk
0.844236
1.113346
26
PAN Indonesia Tbk
0.17341
0.009356
27
Pikko Tbk
-16.5722
0.480303
28
Shinta
1.26551
1.35123
29
Swadesi Tbk
1.762314
3.066554
30
Windu Kentjana
0.137758
-1.66716
RATA-RATA
0.4520705
0.84411697
Sumber: Bank Indonesia, diolah.             

Hasil perhitungan Return on Equity bank devisa dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Hasil Perhitungan ROE Bank Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROE (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
1
Antar Daerah
9.341975
14.14484
2
Arta Niaga Kencana Tbk
4.021941
6.52811
3
Artha Graha
5.966042
12.02646
4
BCA Tbk
25.72485
31.91538
5
BII Tbk
11.43772
187.8277
6
Buana Indonesia Tbk
14.58094
25.26131
7
Bukopin
29.88636
29.6807
8
Bumi Arta
20.55223
19.72279
9
Bumiputera Tbk
4.160121
6.533388
10
CIC Internasional Tbk
21.00159
-91.8794
11
Danamon Indonesia Tbk
7.509502
17.3333
12
Ekonomi Raharja
21.72285
24.42048

Lanjutan Tabel 2
Hasil Perhitungan ROE Bank Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROE (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
13
Ganesha
4.536737
5.09042
14
Haga
17.27518
21.62337
15
Halim Indonesia
6.962392
8.699722
16
IFI
79.36568
9.015385
17
Kesawan
14.52852
4.572513
18
Lippo Tbk
9.728448
9.676473
19
Maspion Indonesia
6.479934
6.741422
20
Mayapada Internasional Tbk
-12.4823
-12.8813
21
Mestika Dharma
19.55867
41.3414
22
Metro Ekspress
12.94969
19.89683
23
Niaga Tbk
5.916485
16.4516
24
NISP Tbk
15.95132
14.9983
25
Nusantara Parahyangan Tbk
17.90563
18.91457
26
PAN Indonesia Tbk
1.082075
0.06338
27
Pikko Tbk
1054.898
4.699151
28
Shinta
7.895884
10.86628
29
Swadesi Tbk
10.52162
20.49388
30
Windu Kentjana
2.052865
-30.6105
Sumber: Bank Indonesia, diolah.

Hasil perhitungan Return on Assets bank non devisa bisa dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3
Hasil Perhitungan ROA Bank Non Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROA (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
1
Agroniaga
3.148905
1.671114
2
Akita
-10.9067
0.074092
3
Alfindo Sejahtera
-8.80453
0.346011
4
Artos Indonesia
-0.7395
0.532194
5
Asiatic
0.455802
0.331863
6
Bisnis Internasional
0.203516
0.339374
7
BTPN
2.626439
4.878904
8
Centratama Nasional
0.503317
0.722575
9
Danpac Tbk
1.592317
1.896042
10
Dipo Internasional
1.554883
1.539227
11
Djasa Arta
-3.55106
-0.76218
12
Eksekutif Internasional Tbk
2.631431
-0.82292
13
Fama Internasional
0.637181
0.960575

Lanjutan Tabel 3
Hasil Perhitungan ROA Bank Non Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROA (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
14
Global Tbk
0.209679
0.394333
15
Harda Internasional
0.907975
1.186071
16
Harfa
-7.67508
-8.07629
17
Harmoni Internasional
-1.90382
-5.0719
18
Ina Perdana
0.289137
0.203587
19
Index Selindo
0.396889
0.301135
20
Indomonex
0.147536
0.320624
21
Jasa Jakarta
2.385728
2.167752
22
Kesejahteraan Ekonomi
4.581776
3.73878
23
Liman Internasional
4.176599
9.324387
24
Mayora
-3.51021
0.481045
25
Mega Tbk
1.111556
0.233083
26
Mitraniaga
-0.72011
0.079653
27
Multi Arta Sentosa
2.263031
2.445238
28
Prima Master
-2.33309
1.989666
29
Purba Danarta
1.583596
3.642315
30
Royal
0.140351
2.452172
31
Sinar Harapan Bali
3.841
3.138835
32
Sri Partha
0.68879
0.636213
33
Swaguna
1.459566
6.361323
34
Umum Tugu
-1.08816
2.134701
35
UIB
0.378678
0.661356
36
Victoria Tbk
0.413423
0.354645
37
Yudha Bhakti
1.605526
1.54931
RATA-RATA
-0.035071
1.144727
Sumber: Bank Indonesia, diolah.

Hasil perhitungan Return on Equity bank non devisa dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:
Tabel 4
Hasil Perhitungan ROE Bank Non Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROE (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
1
Agroniaga
23.00391
15.78124
2
Akita
-118.095
0.88508
3
Alfindo Sejahtera
-24.7772
1.410405
4
Artos Indonesia
-3.50091
2.744661
5
Asiatic
4.26008
3.580511
6
Bisnis Internasional
1.262321
2.362295

Lanjutan Tabel 4
Hasil Perhitungan ROE Bank Non Devisa
Tahun 2000 – 2001

ROE (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
7
BTPN
50.24671
48.97657
8
Centratama Nasional
2.587185
4.986959
9
Danpac Tbk
8.154454
11.74042
10
Dipo Internasional
14.18102
14.49131
11
Djasa Arta
-86.1846
-8.75808
12
Eksekutif Internasional Tbk
52.5807
-12.8844
13
Fama Internasional
4.780076
6.563761
14
Global Tbk
0.586771
1.449789
15
Harda Internasional
7.489213
13.91945
16
Harfa
-23.7608
-35.6282
17
Harmoni Internasional
-8.92434
-35.8526
18
Ina Perdana
7.727691
5.570292
19
Index Selindo
5.042416
4.866297
20
Indomonex
2.083536
3.454158
21
Jasa Jakarta
19.45077
21.09967
22
Kesejahteraan Ekonomi
15.0213
13.25879
23
Liman Internasional
13.0964
26.12953
24
Mayora
-25.0935
3.933723
25
Mega Tbk
20.36395
6.426944
26
Mitraniaga
-4.42211
0.586717
27
Multi Arta Sentosa
28.40051
23.75485
28
Prima Master
-53.289
32.02144
29
Purba Danarta
5.240879
11.46314
30
Royal
0.66914
4.942463
31
Sinar Harapan Bali
17.02058
19.70693
32
Sri Partha
5.659312
5.071755
33
Swaguna
23.50699
47.34848
34
Umum Tugu
191.2669
29.13935
35
UIB
2.277319
4.81934
36
Victoria Tbk
7.185345
7.173719
37
Yudha Bhakti
15.78638
22.90399
Sumber: Bank Indonesia, diolah.

Perhitungan Likuiditas
      Rasio likuiditas digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan menarik kembali kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya.
Berikut adalah tabel hasil perhitungan Loan to Deposit Ratio bank devisa tahun 2000 – 2001:
Tabel 5
Hasil Perhitungan LDR Bank Devisa
Tahun 2000 – 2001

LDR (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
1
Antar Daerah
63.76667368
65.95012331
2
Arta Niaga Kencana Tbk
36.04878193
47.49994439
3
Artha Graha
61.92979281
45.66211383
4
BCA Tbk
8.248526823
13.70797413
5
BII Tbk
53.69379664
20.61624264
6
Buana Indonesia Tbk
17.11367795
21.85289356
7
Bukopin
60.19423888
59.90372136
8
Bumi Arta
16.51649565
20.31576147
9
Bumiputera Tbk
66.56621035
75.91048592
10
CIC Internasional Tbk
47.40826724
92.14392402
11
Danamon Indonesia Tbk
14.50558229
22.26773949
12
Ekonomi Raharja
26.52730516
27.7910241
13
Ganesha
48.21886254
57.15342294
14
Haga
42.31968701
41.07380256
15
Halim Indonesia
42.95720152
43.01561811
16
IFI
53.87912655
68.03697822
17
Kesawan
29.32892693
4.133890331
18
Lippo Tbk
16.08188479
15.76426886
19
Maspion Indonesia
51.58310467
52.5228766
20
Mayapada Internasional Tbk
37.47502384
55.0380232
21
Mestika Dharma
52.39087782
60.44588656
22
Metro Ekspress
14.80753995
22.44452659
23
Niaga Tbk
34.42866953
40.03133886
24
NISP Tbk
67.51629934
70.24533065
25
Nusantara Parahyangan Tbk
9.869075317
14.34846028
26
PAN Indonesia Tbk
88.48536812
38.89827681
27
Pikko Tbk
63.50861949
38.280024
28
Shinta
9.622324251
9.640562841
29
Swadesi Tbk
18.65657337
30.99506433
30
Windu Kentjana
19.51399786
31.88891764
RATA-RATA
6.65956277
4.990094854
Sumber: Bank Indonesia, diolah.

Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan Loan to Deposit Ratio bank non devisa tahun 2000 – 2001.


Tabel 6
Hasil Perhitungan LDR Bank Non Devisa
Tahun 2000 – 2001


LDR (%)
NO
NAMA BANK
2000
2001
1
Agroniaga
98.21428571
92.32132943
2
Akita
69.41658545
77.99546539
3
Alfindo Sejahtera
25.28669977
13.80079499
4
Artos Indonesia
34.91371388
54.75201012
5
Asiatic
16.88521798
56.43964556
6
Bisnis Internasional
26.25844493
41.90645553
7
BTPN
67.22307718
74.83588377
8
Centratama Nasional
50.55798615
56.94292071
9
Danpac Tbk
34.39271966
32.74887122
10
Dipo Internasional
67.71117859
71.71210265
11
Djasa Arta
36.01552912
41.15289641
12
Eksekutif Internasional Tbk
75.70363868
65.41747451
13
Fama Internasional
25.88926526
56.67229907
14
Global Tbk
33.95263511
34.31775225
15
Harda Internasional
43.91664306
66.59515449
16
Harfa
39.65029009
62.46110555
17
Harmoni Internasional
51.33780329
56.61680371
18
Ina Perdana
39.45561109
33.22878885
19
Index Selindo
15.47032741
26.89580991
20
Indomonex
48.66041397
70.25174191
21
Jasa Jakarta
24.28950637
60.77949937
22
Kesejahteraan Ekonomi
83.21545369
90.74754617
23
Liman Internasional
15.85978295
19.83369498
24
Mayora
26.00913678
25.8744058
25
Mega Tbk
48.87257504
49.78015848
26
Mitraniaga
49.50388062
73.79380283
27
Multi Arta Sentosa
39.1180386
53.58752166
28
Prima Master
22.25424893
36.36035269
29
Purba Danarta
23.11254734
19.13014863
30
Royal
3.720566593
3.24785713
31
Sinar Harapan Bali
87.46150857
78.2471895
32
Sri Partha
78.6031783
77.60859694
33
Swaguna
46.76154282
45.75798471
34
Umum Tugu
33.89046279
71.69249745
35
UIB
62.64722465
67.90638824
36
Victoria Tbk
16.26121851
15.6138319
37
Yudha Bhakti
38.90554709
47.83259221
Sumber: Bank Indonesia, diolah.

Uji Hipotesis
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kinerja antara bank devisa dan bank non devisa dilakukan uji statistik dengan sample t-test beda 2 rata-rata atas kinerja 67 bank swasta yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 30 bank devisa dan 37 bank non devisa. Dari hasil pengujian diperoleh hasil sebagai berikut:
Tahun 2000
a.      ROA (Return on Assets)
Dari hasil uji (lampiran 1) diperoleh probabilita signifikansi sebesar 0.555, karena probabilita signifikansi lebih besar dari (a) alpha (0.555 > 0.050), hal ini berarti tidak signifikan.Sehingga tidak terdapat perbedaan antara return on assets bank devisa dengan bank non devisa.
b.      ROE (Return on Equity)
Dari hasil uji (lampiran 1) diperoleh probabilita signifikansi sebesar 0.189, karena probabilita signifikansi lebih besar dari (a) alpha (0.189 > 0.050), hal ini berarti tidak signifikan.Sehingga tidak terdapat perbedaan antara return on equity bank devisa dengan bank non devisa.
c.       LDR (Loan to Deposit Ratio)
Dari hasil uji (lampiran 1) diperoleh probabilita signifikansi sebesar 0.138, karena probabilita signifikansi lebih besar dari (a) alpha (0.138 > 0.050), hal ini berarti tidak signifikan.Sehingga tidak terdapat perbedaan antara loan to deposit ratio bank devisa dengan bank non devisa.

Tahun 2001
a.      ROA (Return on Assets)
Dari hasil uji (lampiran 2) diperoleh probabilita signifikansi sebesar 0.676, karena probabilita signifikansi lebih besar dari (a) alpha (0.676 > 0.050), hal ini berarti tidak signifikan.Sehingga tidak terdapat perbedaan antara return on assets bank devisa dengan bank non devisa.
b.      ROE (Return on Equity)
Dari hasil uji (lampiran 2) diperoleh probabilita signifikansi sebesar 0.406, karena probabilita signifikansi lebih besar dari (a) alpha (0.406 > 0.050), hal ini berarti tidak signifikan.Sehingga tidak terdapat perbedaan antara return on equity bank devisa dengan bank non devisa.
c.       LDR (Loan to Deposit Ratio)
Dari hasil uji (lampiran 2) diperoleh probabilita signifikansi sebesar 0.012, karena probabilita signifikansi lebih kecil dari (a) alpha (0.012 < 0.050), hal ini berarti signifikan.Sehingga terdapat perbedaan antara loan to deposit ratio bank devisa dengan bank non devisa.

Simpulan dan Saran

Simpulan

Dari uraian terdahulu dapat disampaikan beberapa kesimpulan, antara lain:
1.      Dengan kondisi perbankan yang sangat dinamis, hasil pengujian saat ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000 tidak terdapat perbedaan kinerja antara bank devisa dan non devisa jika dilihat dari ROA, ROE dan LDR. Hal ini kemungkinan terjadi karena bank devisa tidak secara maksimal memanfaatkan peluang memperoleh laba dari transaksi dengan mempergunakan mata uang asing. Faktor lain adalah besarnya kredit macet yang dimiliki oleh bank devisa akibat melambungnya tingkat suku bunga bank.
2.      Hasil uji statistik untuk tahun 2001 juga menunjukkan tidak adanya perbedaan kinerja antara bank devisa dengan bank non devisa jika dilihat dari ROA dan ROE. Sedangkan untuk indikator LDR hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja yang cukup signifikan antara bank devisa dan non devisa. Hal ini disebabkan oleh membaiknya kondisi perekonomian Indonesia, yang diikuti penurunan tingkat suku bunga perbankan sehingga berdampak positif untuk sektor perbankan.

Saran

1.      Untuk meningkatkan LDR yang masih rendah sebaiknya bank non devisa harus lebih aktif dalam menyalurkan dana yang diterimanya pada pihak ketiga ke sektor riil, sehingga dapat meminimalkan dana menganggur yang ada di bank dan juga bank tidak terlalu terbebani pembayaran bunga dana pihak ketiga.
2.      Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih mendekati kondisi kinerja perbankan yang up to date perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan jangka waktu yang lebih panjang, misalnya lima tahun terakhir atau dapat juga dilakukan penelitian lanjutan dengan cara membagi sampel dalam dua periode yaitu periode sebelum krisis dan sesudah krisis.

Daftar Pustaka

Bank Indonesia., (1995), Surat Keputusan No. 27/KEP/DIR tanggal 25 Januari.
Brigham, Eugene F., and Louis C. Gapensky., (1999) Financial Management Theory and Practice. Ninth Edition. Orlando, FL : The Dryden Press.
Dajan, Anto, (1996), Pengantar Metode Statistik. Jilid II. Jakarta: LP3ES.
Departemen Keuangan, (1990), Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 729 Tahun 1990 tentang Perbankan.
Harahap, Sofyan Safrie, (1999), Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan.  Edisi Pertama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Ikatan Akuntansi Indonesia, (1999), Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
Irmayanto, Juli, (2001), Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : Media Ekonomi Publishing-Universitas Trisakti.
Munawir, S. (1999), Analisis Laporan Keuangan. Edisi keempat. Yogyakarta : Liberty.
Republik Indonesia, (1998), Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Jakarta.
Sartono, Agus, (2001), Manajemen Keuangan ; Teori dan Aplikasi. Edisi keempat. Cetakan keempat. Yoyakarta : BPFE.
Sawir, Agnes, (2001), Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Siamat, Dahlan. (2001), Manajemen Lembaga Keuangan. Edisi ketiga. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sutrisno, (2000), Manajemen Keuangan. Edisi Pertama. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Riyanto, Bambang, (2001), Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi keempat. Cetakan keenam. Yogyakarta : BPFE, 2001.
Wijaya, P. Helen. (1998), “Kinerja Bank Umum Swasta Indonesia Sebelum Krisis Perbankan”, Jurnal Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara. Tahun III No. 02.




[1] Sarjana Ekonomi lulusan Universitas Trisakti.
[2] Staf pada Pusat Statistik dan Penelitian Keuangan.
[3] Harahap, Sofjan Safrie, 1999 Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
[4] Dajan, Anto, 1996, Pengantar Metode Statistik, Jakarta, LP3ES.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar